LEGENDA KARANGBOLONG
Beberapa abad yang lalu tersebutlah Kesultanan Kartasura. Kesultanan sedang dilanda kesedihan yang mendalam karena permaisuri tercinta sedang sakit keras. Pangeran sudah berkali-kali memanggil tabib untuk mengobati sang permaisuri, tapi tak satupun yang dapat mengobati penyakitnya. Sehingga hari demi hari, tubuh sang permaisuri menjadi kurus kering seperti tulang terbalutkan kulit.
Kecemasan melanda rakyat kesultanan Kartasura. Roda pemerintahan menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. "Hamba sarankan agar Tuanku mencari tempat yang sepi untuk memohon kepada Sang Maha Agung agar mendapat petunjuk guna kesembuhan permaisuri," kata penasehat istana.
Tidak berapa lama, Pangeran Kartasura melaksanakan tapanya. Godaan-godaan yang dialaminya dapat dilaluinya. Hingga pada suatu malam terdengar suara gaib. "Hentikanlah semedimu. Ambillah bunga karang di Pantai Selatan, dengan bunga karang itulah, permaisuri akan sembuh." Kemudian, Pangeran Kartasura segera pulang ke istana dan menanyakan hal suara gaib tersebut pada penasehatnya. "Pantai selatan itu sangat luas. Namun hamba yakin tempat yang dimaksud suara gaib itu adalah wilayah Karang Bolong, di sana banyak terdapat gua karang yang di dalamnya tumbuh bunga karang," kata penasehat istana dengan yakin.
Tidak berapa lama, Pangeran Kartasura melaksanakan tapanya. Godaan-godaan yang dialaminya dapat dilaluinya. Hingga pada suatu malam terdengar suara gaib. "Hentikanlah semedimu. Ambillah bunga karang di Pantai Selatan, dengan bunga karang itulah, permaisuri akan sembuh." Kemudian, Pangeran Kartasura segera pulang ke istana dan menanyakan hal suara gaib tersebut pada penasehatnya. "Pantai selatan itu sangat luas. Namun hamba yakin tempat yang dimaksud suara gaib itu adalah wilayah Karang Bolong, di sana banyak terdapat gua karang yang di dalamnya tumbuh bunga karang," kata penasehat istana dengan yakin.
Keesokannya, Pangeran Kartasura menugaskan Adipati Surti untuk mengambil bunga karang tersebut. Adipati Surti memilih dua orang pengiring setianya yang bernama Sanglar dan Sanglur. Setelah beberapa hari berjalan, akhirnya mereka tiba di karang bolong. Di dalamnya terdapat sebuah gua. Adipati Surti segera melakukan tapanya di dalam gua tersebut. Setelah beberapa hari, Adipati Surti mendengar suara seseorang. "Hentikan semedimu. Aku akan mengabulkan permintaanmu, tapi harus kau penuhi dahulu persyaratanku." Adipati Surti membuka matanya, dan melihat seorang gadis cantik seperti Dewi dari kahyangan di hadapannya. Sang gadis cantik tersebut bernama Suryawati. Ia adalah abdi Nyi Loro Kidul yang menguasai Laut Selatan.
Syarat yang diajukan Suryawati, Adipati harus bersedia menetap di Pantai Selatan bersama Suryawati. Setelah lama berpikir, Adipati Surti menyanggupi syarat Suryawati. Tak lama setelah itu, Suryawati mengulurkan tangannya, mengajak Adipati Surti untuk menunjukkan tempat bunga karang. Ketika menerima uluran tangan Suryawati, Adipati Surti merasa raga halusnya saja yang terbang mengikuti Suryawati, sedang raga kasarnya tetap pada posisinya bersemedi.
"Itulah bunga karang yang dapat menyembuhkan Permaisuri," kata Suryawati seraya menunjuk pada sarang burung walet. Jika diolah, akan menjadi ramuan yang luar biasa khasiatnya. Adipati Surti segera mengambil sarang burung walet cukup banyak. Setelah itu, ia kembali ke tempat bersemedi. Raga halusnya kembali masuk ke raga kasarnya.
Setelah mendapatkan bunga karang, Adipati Surti mengajak kedua pengiringnya kembali ke Kartasura. Pangeran Kartasura sangat gembira atas keberhasilan Adipati Surti. "Cepat buatkan ramuan obatnya," perintah Pangeran Kartasura pada pada abdinya. Ternyata, setelah beberapa hari meminum ramuan sarang burung walet, Permaisuri menjadi sehat dan segar seperti sedia kala. Suasana Kesultanan Kartasura menjadi ceria kembali. Di tengah kegembiraan tersebut, Adipati Surti teringat janjinya pada Suryawati. Ia tidak mau mengingkari janji.
Ia pun mohon diri pada Pangeran Kartasura dengan alasan untuk menjaga dan mendiami karang bolong yang di dalamnya banyak sarang burung walet. Kepergian Adipati Surti diiringi isak tangis para abdi istana, karena Adipati Surti adalah seorang yang baik dan rendah hati. Adipati Surti mengajak kedua pengiringnya untuk pergi bersamanya. Setelah berpikir beberapa saat, Sanglar dan Sanglur memutuskan untuk ikut bersama Adipati Surti.
Setibanya di Karang Bolong, mereka membuat sebuah rumah sederhana. Setelah selesai, Adipati Surti bersemedi. Tidak berapa lama, ia memisahkan raga halus dari raga kasarnya. "Aku kembali untuk memenuhi janjiku," kata Adipati Surti, setelah melihat Suryawati berada di hadapannya. Kemudian, Adipati Surti dan Suryawati melangsungkan pernikahan mereka. Mereka hidup bahagia di Karang Bolong. Di sana mereka mendapatkan penghasilan yang tinggi dari hasil sarang burung walet yang semakin hari semakin banyak dicari orang
LEGENDA
GOA JATIJAJAR DAN KAMANDAKA
A. Sejarah Penemuan Goa Jatijajar
Namun menurut cerita, Goa Jatijajar pertama kali ditemukan oleh seorang petani yang bernama Ki Djajamenawi pada tahun 1802. Pada saat itu dia sedang menyabit rumput, tiba-tiba dia tidak sengaja terperosok ke sebuah lubang, untunglah dia tersangkut pada sebuah akar pohon yang menutupi lubang tersebut. Ternyata lubang tersebut adalah ventilasi sebuah goa.
Kejadian ini segera dilaporkan ke Lurah desa setempat, selanjutnya dilaporkan ke kabupaten dan pada saat itu kabupatennya masih berada di Ambal. Setelah diadakan peninjauan goa tersebut akhirnya diberi nama Goa Jatijajar, karena pada waktu ditemukannya terdapat dua pohon jati yang tumbuh sejajar di muka pintu goa. Kemudian desa tersebut diberi nama Desa Jatijajar pada tahun 1930. Selanjutnya oleh Bupati Ambal, kedua pohon jati tersebut ditebang dan dijadikan saka Pendopo Bangunan Joglo di Kabupaten.
Sebelum Goa Jatijajar di kembangkan menjadi objek wisata, orang yang masuk ke dalam goa tidak lain bertujuan untuk bertapa atau bersemedi, mandi di Sendang Mawar dan Sendang Kantil serta untuk mengambil air untuk dibawa pulang.
Setelah Goa Jatijajar ditemukan, maka ditunjuk seorang juru kunci dengan tugas untuk menjaga kebersihan didalam maupun diluar goa serta melayani para pengunjung yang akan masuk kedalam goa dengan menggunakan obor. Adapun silsilah juru kunci pengelola Goa Jatijajar adalah sebagai berikut :
1. Djayamenawi
2. Bangsatirto
3. Manreja
4. Djayawikrama
5. Sandikrama
6. Agus Rasana ( juru kunci sekarang )
B. Goa Jatijajar pada masa Pemerintah Belanda
Pada zaman penjajahan belanda, Goa Jatijajar sudah digunakan sebagai tempat wisata. Data yang masih dapat dilihat yaitu tulisan – tulisan dari nama – nama pengunjung pada dinding langit – langit goa pada bagian pintu masuk.
Dahulu ada tukang tulis yang melayani tamu yang menghendaki namanya ditulis, yang tinggi menggunakan tangga. Pada zaman penjajahan jepang Goa Jatijajar digunakan untuk pertambangan, yaitu untuk ditambang batu pospatnya. Sebagai data yang masih ada yaitu lubang yang ada di bawah jembatan di dalam goa, yang panjangnya 25 meter. Lubang tersebut menghubungkan pintu masuk dengan goa bagian dalam, sehingga pengunjung dapat dengan mudah memasuki goa bagian dalam.
Kebanyakan orang dahulu datang ke Goa Jatijajar karena tertarik pada mitosnya.
1. Sendang Puser Bumi dan Jombor, mempunyai mitos yaitu airnya dapat dipergunakan
untuk segala macam tujuan menurut kepercayaan masing-masing.
2. Sendang Mawar, mempunyai mitos yaitu konon airnya jika untuk cuci muka maka akan
menjadi awet muda.
3. Sendang Kantil, mempunyai mitos selain awet muda konon cita-citanya akan cepat
terkabulkan dan akan cepat mendapatkan jodoh bagi yang belum punya jodoh apabila
mandi atau cuci muka di sendang tersebut.
C. Faktor Alam Terjadinya Goa Jatijajar
1. Karena adanya aliran sungai di bawah tanah
2. Karena tekanan endogan dari dalam bumi
3. Karena pembentukan stalagtit dan stalagmit.
Terjadinya stalagtit dan talagmite dikarenakan reaksi dari air hujan dengan kalsium
dioksida dan meninggalkan endapan di langit-langit goa. Lama kelamaan endapan
tersebut membentuk stalagtit di atas dan talagmite di bawah.Sebenarnya stalagtit maupun
stalagmite adalah hasil reaksi dari kalsium dioksida (CaO2 ) dengan air H2O, jadi
reaksinya yaitu CaCO2 + H2O → ( CaOH + H2O ).
4. Karena abrasi air laut ( untuk goa-goa kapur di daerah pantai )
D. PENGEMBANGAN GOA JATIJAJAR
a. Pembangunan Goa Jatijajar
Pembangunan Goa Jatijajar dimulai pada tanggal 19 september 1975. Adapun yang mempunyai ide untuk mengembangkan Goa Jatijajar menjadi obyek wisata, yaitu Bapak Soeparjo Roestam Gubernur Jawa Tengah pada saat itu. Sedangkan Bupati Kebumen pada saat itu adalah Bapak Soepeno.
Untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan Obyek Wisata Goa Jatijajar ditunjuk langsung oleh Gubernur Jawa Tengah CV. AIS dari Jogjakarta Pimpinan Ir. Saptono. Begitu Goa Jatijajar dibangun, maka pengunjung terus berdatangan membanjiri Goa Jatijajar setiap harinya. Oleh sebab itu, pada malam selasa kliwon tanggal 28 Juni 1976, Obyek Wisata Goa Jaitjajar diresmikan penggunaanya oleh Gubernur Jawa Tengah. Ditandai dengan batu prasati dimuka Goa Jatijajar. Setelah Goa Jatijajar dibangun, maka saat ini di dalam goa ditambah dengan bangunan – bangunan, antara lain :
1. Pembuatan tangga atau trap beton menuju sendang mawar dan sendang kantil
2. Pembuatan altar dan plaza yang dilengkapi tempat duduk untuk istirahat para pengunjung
3. Pembuatan jembatan yang panjangnya 25 meter dan lebar 2 meter, menghubungkan pintu
masuk dengan goa bagian dalam
4. Pemasangan lampu-lampu listrik untuk menerangi ruangan dalam goa
5. Pemasangan patung – patung legenda Kamandaka
Dana untuk membangun Goa Jatijajar disediakan dari APBD Tingkat II Kebumen dibantu dari APBD Tingkat Jawa Tengah, dan dari Pusat. Sekarang Obyek Wisata Goa Jatijajar merupakan Obyek andalan bagi Kabupaten Kebumen, karena 60% pendapatan sektor Pariwisata Kebumen diperoleh dari Goa Jatijajar. Sedangkan pengelolaanya dikelola oleh Sub Dinas Pariwisata Kabupaten Kebumen.
Setelah Goa Jatijajar dikembangkan sebagai obyek wisata, maka I dalam goa dipasang 32 buah patung, yang dibagi menjadi 8 diorama, kesemuanya merupakan rangkaian cerita lengkap dari legenda Raden Kamandaka yaitu:
a) Prabu Siliwangi memilih putranya untuk menjadi raja
b) Adi Patih Pasir Luhur menyusuh prajuritnya untuk menangkap Raden Kamandaka
c) Raden Kamandaka sedang bertapa menjelma menjadi lutung kasarung
d) Adi Patih Pasir Luhur sedang memburu untuk menangkap lutung kasarung
e) Raden Kamandaka dan Dewi Ciptoroso sedang memadu kasih
f) Raden Kamandaka sedang adu jago dengan Silihwarni
g) Pertemuan pengantin Pule Bahas dengan Dewi Ciptoroso
h) Lutung kasarung membunuh Raja Pule Bahas
Alasan dipasangnya patung – patung dari legenda Raden Kamandaka di dalam Goa Jatijajar adalah :
1. Pada masa pemerintahan Kerajaan Pajajaran tahun 1482 – 1579, wilayah Kabupaten
Kebumen masuk Kadipaten Pasirluhur dan masuk wilayah Kerajaan Pajajaran, yang pusat
pemerintahannya di Bogor
2. Goa jatijajar merupakan tempat pertapaan dari Raden Kamandaka putra dari Kerajaan
Pajajaran. Oleh sebab itu, untuk menambah daya tarik, maka di dalam Goa Jatijajar
setelah dibangun dipasang diorama dari legenda Raden Kamandaka.
Pengaruh pembangunan Goa Jatijajar terhadap masyarakat dan daerah yaitu :
1. Menambah pendapatan asli daerah Kebumen
2. Menambah lapangan kerja dan usaha penduduk
3. Memperlancar transportasi dan perekonomian
4. Mengembangkan para pengrajin
5. Melestarikan budaya tradisional
6. Merubah wajah desa menjadi lebih maju
b. Pengelolaan Objek
Pengunjung obyek wisata Goa Jatijajar terdiri dari Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Mancanegara. Pengunjung Goa Jatijajar rata- rata 300 ribu orang per tahun. Obyek Wisata Goa Jatijajar dikelola oleh Sub Dinas Pariwisata Kabupaten Kebumen. Karyawan Obyek Wisata Goa Jatijajar pada tahun 2003 ada 18 orang, semuanya berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) Pemda Kebumen. Objek wisata ini telah dilengkapi dengan prasarana wisata seperti tempat parkir, peturasan, tempat bermain, kios makanan, buah-buahan dan toko cindera mata.
c. Kepercayaan Masyarakat
Mata air atau sendang yang terdapat di dalam Goa Jatijajar dipercaya mempunyai khasiat tertentu, sehingga dikeramatkan. Air Sendang Puserbumi dan Jombor konon dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan air Sendang Mawar dan Sendang Kantil, jika untuk mencuci muka selain menjadi awet muda juga akan tercapai apa yang dicita-citakannya.
Kepercayaan yang dituturkan secara turun-temurun ini mengakar kuat di hati sanubari masyarakat Kebumen dan sekitarnya, sehingga pada hari-hari tertentu menurut penanggalan Jawa, tempat tersebut ramai dikunjungi peziarah, terutama pada malam hari.
PROSES TERJADINYA GOA JATIJAJAR
Kompleks goa wisata baik goa alam maupun buatan yang terletak sekitar 42 km barat daya Kebumen ini mencakup kawasan seluas 5,5 hektare. Kompleks Goa Jatijajar mencakup Goa Jatijajar, Goa Dempok, dan Goa Intan. Kawasan ini berada sekitar 250 m di atas permukaan laut.
Sistem pergunaan berkembang pada kehadiran fosil-fosil seperti Lepidocylina sumatrensis Brady, L. elegans Tan dan Cycloclypeus annulatus Martin selain menunjukkan umur batuan juga sekaligus mencirikan lingkungan asalnya, yaitu laut dangkal yang mempunyai kedalaman maksimum 60 m. Kira-kira 14-11 juta tahun lalu daerah ini masih merupakan paparan laut dangkal, yang kemudian terangkat hingga ketinggiannya sekarang akibat sifat bumi yang dinamis.
Tidak adanya sedimen lain yang menutupi lapisan batu gamping di daerah Gombong selatan menunjukkan jika sejak 10 juta tahun lalu daerah ini sudah berada di atas permukaan laut. Dihitung dari kurun waktu kurang dari 10 juta tahun telah terjadi pengangkatan setinggi lebih dari 300 m. Pengangkatan itu menyebabkan batuan terkekarkan dan tersesarkan.
Curah hujan yang tinggi mempercepat terjadinya proses karstifikasi, membentuk kars sebagaimana terlihat sekarang. Gejala endokars ini mempunyai mulut goa yang berbangun melengkung tinggi dan lebar. Pada dinding pintu masuk sebelah kanan tersingkap sisa endapan sedimen goa yang kaya fosil moluska. Beberapa spesies grastropoda dan pelecypoda terawetkan baik pada lapisan lempung pasiran berwarna coklat tua.
Sedimen berfosil ini dapat dikorelasikan dengan sedimen sejenis yang tersingkap di pintu masuk Goa Intan. Sediman di dalam Goa juga tersingkap pada sebuah sisa kanopi tua, beberapa meter dari pintu masuk. Cangkang-cangkang pipih pelecypoda pada sedimen goa ini tersusun secara alami ke arah utara sejajar dengan arah lorong utama masuk goa, yaitu utara-selatan. Bagian atap dan dinding pintu masuk goa dipenuhi oleh tulisan nama-nama pengunjung.
Gravity yang paling tua tertanggal tahun 1805. Pembentukan kanopi di dekat pintu masuk Goa Jatijajar menunjukkan adanya sungai bawah tanah yang pernah aktif beberapa ratus ribu tahun yang lalu. Proses pengangkatan menyebabkan sungai menjadi kering, karena air mencari permukaan air tanah setempat yang letaknya lebih rendah.
Sungai bawah tanah yang masih aktif di dalam Goa Jatijajar tersingkap melalui beberapa sendang, yang letaknya berkisar antara 1-3 m di bawah lorong fosil utama. Sendang Kantil dan Sendang Mawar adalah kolam-kolam sungai bawah tanah yang dibuka untuk umum. Dua sendang lainnya yaitu Jombor dan Puserbumi tidak dapat dimasuki wisatawan umum, kecuali mendapat ijin dari pengelola kawasan wisata.
Sebagai mata air, Sendang Puserbumi merupakan sebuah sumuran tegak bergaris tengah sekitar 50 cm. Sementara Sendang Jombor yang dihuni seekor pelus sepanjang lebih dari 1 m mempunyai sifon di dasarnya. Sifon ini dapat ditelusuri dengan metode penyelaman (cave diving). Beragam bentukan pengendapan ulang larutan CaCO3 jenuh yang indah dan mempe-sona dijumpai di dalam lorong goa dibalik sifon.
Lorong goa sepanjang ratusan meter dihiasi dengan deretan gurdam dan air terjun. Lorong goa di bawah Goa Jatijajar ini disiapkan menjadi objek wisata minat khusus. Untuk memasuki sendang di dalam Goa Jatijajar dikeramatkan dan dijadikan sebagai tempat berziarah. Lubang-lubang di dasar goa di dekat pintu masuk merupakan bekas-bekas penambangan fosfat guano.
Ornamen goa (stalagtit, stalagmit, pilar, flowstone) umumnya sudah tidak aktif, meskipun di beberapa tempat terdapat tetesan dan leleran air melalui ujung-ujung stalagtit. Sebuah lubang di atap goa setinggi 24 m dari dasar goa, tidak jauh dari pilar besar berbangun membundar yang masih aktif, mengungkap sejarah penemuan goa pada tahun 1802 oleh Djayamenawi, petani tersebut terperosok ke dalam goa melalui lubang yang ada dipermukaan, dan setelah tanah yang menutupi lorong dibersihkan ia menemukan lubang masuk, yaitu mulut goa sekarang.
Lorong Goa Jatijajar sepanjang 250 m, dengan lebar dan tinggi rata-rata 15-25 m, dapat dimasuki oleh wisatawan dengan mudah. Mulai tahun 1975, disepanjang lorong goa ditempatkan 32 buah patung yang menceritakan Legenda Raden Kamandaka. Di luar Goa menggambarkan kepurbaan Goa Jatijajar.
LEGENDA RADEN KAMANDAKA
Pada jaman dahulu, ada sebuah kerajaan Hindu yang besar dan kuat yaitu Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Kota Bogor Jawa Barat. Raja yang memerintah yaitu Prabu Siliwangi. Beliau mempunyai tiga orang putra dan satu orang putri dari dua permaisuri. Banyak Cokro dan Banyak Ngampar anak dari permaisuri pertama, Banyak Blabur dan Dewi Pamungkas anak dari permaisuri kedua.
Pada suatu hari, Prabu Siliwangi memanggil Putra Mahkotanya yaitu Banyak Cokro dan Banyak Ngampar untuk menghadap, maksudnya ialah Prabu Siliwangi akan mengangkat putranya untuk menggantikan menjadi raja di Pajajaran karena beliau sudah lanjut usia. Namun, dari kedua Putra Mahkotanya belum ada yang mau diangkat menjadi raja di Pajajaran. Sebagai putra sulung Banyak Cokro memiliki alasan yaitu dia belum memiliki cukup ilmu dan belum memiliki pendamping. Banyak Cokro mengatakan bahwa dia baru ingin menikah apabila sudah bertemu dengan seorang putri yang parasnya mirip dengan ibunya. Oleh sebab itu, Banyak Cokro meminta ijin pergi dari Kerajaan Pajajaran untuk mencari putri yang menjadi idamannya.
Agar keinginan Banyak Cokro untuk mempersunting putri yang di idam-idamkan bisa tercapai, pada waktu mengembara beliau harus memakai pakaian rakyat biasa dan harus mengganti namanya dengan nama samaran yaitu Raden Kamandaka.
Setelah Raden Kamandaka berjalan berhari-hari dari Tangkuban Perahu ke arah timur, maka sampailah Raden Kamandaka di wilayah Kadipaten Pasir Luhur. Secara kebetulan Raden Kamandaka sampai di Pasir Luhur bertemu dengan Patih Kadipaten Pasir Luhur yaitu Patih Reksonoto. Karena Patih Reksonoto sudah tua tidak mempunyai anak, maka Raden Kamandaka akhirnya dijadikan anak angkat. Patih Reknosoto merasa sangat bangga dan senang hatinya mempunyai putra angkat Raden Kamandaka yang gagah perkasa dan tampan, maka Patih Reknosoto sangat mencintainya.
Adapun yang memerintah Kadipaten Pasir Luhur adalah “Adi Pati Kanandoho”. Beliau mempunyai beberapa orang putri dan sudah bersuami kecuali yang paling bungsu yaitu Dewi Ciptoroso yang belum bersuami. Dewi Ciptoroso inilah seorang putri yang mempunyai wajah mirip Ibu Raden Kamandaka, dan Putri inilah yang sedang dicari oleh Raden Kamandaka.
Suatu kebiasaan dari Kadipaten Pasir Luhur bahwa setiap tahun mengadakan upacara menangkap ikan di kali Logawa. Pada upacara ini semua keluarga Kadipaten Pasir Luhur beserta para pembesar pejabat pemerintah turut menagkap ikan di kali Logawa.
Pada waktu Patih Reksonoto pergi mengikuti upacara menangkap ikan di kali Logawa, tanpa diketahuinya Raden Kamandaka secara diam-diam telah mengikutinya dari belakang. Pada kesempatan inilah Raden Kamandaka dapat bertemu dengan Dewi Ciptoroso dan mereka berdua saling jatuh cinta.
Atas permintaan dari Dewi Ciptoroso agar Raden Kamandaka pada malam harinya untuk datang menjumpai Dewi Ciptoroso di taman Kaputren Kadipaten Pasir Luhur tempat Dewi Ciptoroso berada. Benarlah pada malam harinya Raden Kamandaka dengan diam-diam tanpa ijin Patih Reksonoto ia pun menjumpai Dewi Ciptoroso yang sudah rindu menanti kedatangan Raden Kamandaka. Namun keberadaan Raden Kamandaka di taman kaputren bersama Dewi Ciptoroso diketahui oleh prajurit pengawal kaputren dan disangka sebagai pencuri. Mengetahui hal itu Adipati Kandandoho sangat marah dan memerintahkan prajuritnya untuk menagkap pencuri tersebut. Dan akhirnya Raden Kamandaka pun berhasil melarikan diri. Tetapi sebelum ia pergi, ia sempat mengatakan bahwa ia Raden Kamandaka dari Patih Reksonoto. Hal ini didengar oleh prajurit, dan melaporkan kepada Adipati Kandandoho. Mendengar hal ini Patih Reksonoto pun di panggil dan harus menyerahkan putranya. Perintah ini dilaksanakan oleh Patih Reksonoto, walaupaun dalam hatinya sangatlah berat. Sehingga dengan siasat dari Patih Reksonoto, maka Raden Kamandaka dapat lari dan selamat dari pengejaran prajurit.
Raden Kamandaka terjun masuk kedalam sungai dan menyelam mengikuti arus air sungai. Oleh Patih Reksonoto dan para prajurit yang mengejar, dilaporkan bahwa Raden Kamandaka sudah mati di dalam sungai. Mendengar berita ini Adipati Kandandoho merasa lega dan puas. Namun sebaliknya Dewi Ciptoroso yang setelah mendengar berita itu sangatlah muram dan sedih.
Sepanjang Raden Kamandaka menyelam mengikuti arus sungai bertemulah dengan seorang yang memancing di sungai. Orang tersebut bernama Rekajaya, Raden Kamandaka dan Rekajaya kemudian berteman baik dan menetap di desa Panagih. Di desa ini Raden Kamandaka diangkat anak oleh Mbok Kektosuro, seorang janda miskin di desa tersebut.
Raden Kamandaka menjadi penggemar adu ayam. Kebetulan Mbok Kektosuro mempunyai ayam jago yang bernama “Mercu”. Pada setiap penyabungan ayam Raden Kamandaka selalu menang dalam pertandingan, maka Raden Kamandaka menjadi sangat terkenal sebagai botoh ayam. Hal ini tersiar sampai Kerajaan Pasir Luhur, mendengar hal ini Adipati Kandandoho menjadi marah dan murka. Beliau memerintahkan prajuritnya untuk menangkap hidup atau mati Raden Kamandaka.
Pada saat itu tiba-tiba datanglah adik kandung dari Raden Kamandaka yaitu Banyak Ngampar. Ia datang menyamar sebagai rakyat biasa dan mengaku sebagai Silihwarni. Banyak Ngampar pergi dengan dibekali pusaka keris kujang oleh ayahnya. Ia datang untuk mengabdikan diri kepada Pasir Luhur sambil mencari saudara kandungnya yang sudah pergi lama. Tugas pertama yang diberikan oleh Adipati kepada Silihwarni adalah pergi kedesa Karang Luas untuk menangkap Raden Kamandaka. Akhirnya ia pun pergi bersama prajurit dan anjing pelacaknya kedesa Karang Luas tempat penyabungan ayam. Ditempat inilah mereka bertemu. Namun keduanya sudah tidak mengenal lagi. Silihwarni berpakaian seperti rakyat biasa sedangkan Raden Kamandaka berpakaian seperti botoh ayam, dan wajahnya pucat karena menahan kerinduan kepada kekasihnya.
Terjadilah persabungan ayam Raden Kamandaka dan Silihwarni, dengan tanpa disadari oleh raden kamandaka tiba-tiba Silihwarni menikam pinggang Raden Kamandaka dengan keris kujang pamungkasnya. Karena luku goresan keris tersebut darahpun keluar dengan deras. Namun karena ketangkasan Raden Kamandaka, ia pun dapat lolos dari bahaya tersebut dan tempat ia dapat lolos itu dinamakan desa Brobosan, yang berarti ia dapat lolos dari bahaya. Karena lukanya semakin deras mengeluarkan darah, maka ia pun istirahat sebentar disuatu tempat, maka tempat itu dinamakan Brancan. Larinya Raden Kamandaka terus dikejar oleh Silihwarni dan prajurit. Pada sustu tempat Raden Kamandaka dapat menangkap anjing pelacaknya dan kemudian tempat itu diberinya nama desa Karang Anjing.
Raden Kamandaka terus lari kearah timur dan sampailah pada jalan buntu dan tempat itu ia beri nama desa Buntu. Pada akhirnya Raden Kamandaka sampilah di sebuah Goa. Didalam Goa ini ia beristirahat dan bersembunyi dari kejaran Silihwarni. Silihwarni yang terus mengejar setelah sampai Goa ia kehilangan jejak. Kemudian Silihwarnipun dari mulut Goa tersebut berseru menantang Raden Kamandaka.
Setelah mendengar tantangan Silihwarni Raden Kamandaka pun mejawab, ia mengatakan identitasnya bahwa ia adalah putra dari Kerajaan Pajajaran namanya Banyak Cokro. Setelah itu Silihwarnipun mengatakan identitasnya bahwa ia juga putra dari Kerajaan Pajajaran, bernama Banyak Ngampar.
Demikian kata-kata pengakuan antara Raden Kamandaka dan Silihwarni bahwa mereka adalah putra Pajajaran, maka orang mendengar merupakan nama versi kedua untuk Goa Jatijajar tersebut.
Hubungan legenda Raden Kamandaka dengan Goa Jatijajar:
1. Goa Jatijajar merupakan tempat persembunyian Raden Kamandaka pada saat dikejar –
kejar oleh Silihwarni
2. Goa Jatijajar merupakan tempat bertapa Raden Kamandaka
A. Sejarah Penemuan Goa Jatijajar
Namun menurut cerita, Goa Jatijajar pertama kali ditemukan oleh seorang petani yang bernama Ki Djajamenawi pada tahun 1802. Pada saat itu dia sedang menyabit rumput, tiba-tiba dia tidak sengaja terperosok ke sebuah lubang, untunglah dia tersangkut pada sebuah akar pohon yang menutupi lubang tersebut. Ternyata lubang tersebut adalah ventilasi sebuah goa.
1. Djayamenawi
2. Bangsatirto
3. Manreja
4. Djayawikrama
5. Sandikrama
6. Agus Rasana ( juru kunci sekarang )
B. Goa Jatijajar pada masa Pemerintah Belanda
Pada zaman penjajahan belanda, Goa Jatijajar sudah digunakan sebagai tempat wisata. Data yang masih dapat dilihat yaitu tulisan – tulisan dari nama – nama pengunjung pada dinding langit – langit goa pada bagian pintu masuk.
1. Sendang Puser Bumi dan Jombor, mempunyai mitos yaitu airnya dapat dipergunakan
untuk segala macam tujuan menurut kepercayaan masing-masing.
2. Sendang Mawar, mempunyai mitos yaitu konon airnya jika untuk cuci muka maka akan
menjadi awet muda.
3. Sendang Kantil, mempunyai mitos selain awet muda konon cita-citanya akan cepat
terkabulkan dan akan cepat mendapatkan jodoh bagi yang belum punya jodoh apabila
mandi atau cuci muka di sendang tersebut.
C. Faktor Alam Terjadinya Goa Jatijajar
1. Karena adanya aliran sungai di bawah tanah
2. Karena tekanan endogan dari dalam bumi
3. Karena pembentukan stalagtit dan stalagmit.
Terjadinya stalagtit dan talagmite dikarenakan reaksi dari air hujan dengan kalsium
dioksida dan meninggalkan endapan di langit-langit goa. Lama kelamaan endapan
tersebut membentuk stalagtit di atas dan talagmite di bawah.Sebenarnya stalagtit maupun
stalagmite adalah hasil reaksi dari kalsium dioksida (CaO2 ) dengan air H2O, jadi
reaksinya yaitu CaCO2 + H2O → ( CaOH + H2O ).
4. Karena abrasi air laut ( untuk goa-goa kapur di daerah pantai )
D. PENGEMBANGAN GOA JATIJAJAR
a. Pembangunan Goa Jatijajar
Pembangunan Goa Jatijajar dimulai pada tanggal 19 september 1975. Adapun yang mempunyai ide untuk mengembangkan Goa Jatijajar menjadi obyek wisata, yaitu Bapak Soeparjo Roestam Gubernur Jawa Tengah pada saat itu. Sedangkan Bupati Kebumen pada saat itu adalah Bapak Soepeno.
1. Pembuatan tangga atau trap beton menuju sendang mawar dan sendang kantil
2. Pembuatan altar dan plaza yang dilengkapi tempat duduk untuk istirahat para pengunjung
3. Pembuatan jembatan yang panjangnya 25 meter dan lebar 2 meter, menghubungkan pintu
masuk dengan goa bagian dalam
4. Pemasangan lampu-lampu listrik untuk menerangi ruangan dalam goa
5. Pemasangan patung – patung legenda Kamandaka
a) Prabu Siliwangi memilih putranya untuk menjadi raja
b) Adi Patih Pasir Luhur menyusuh prajuritnya untuk menangkap Raden Kamandaka
c) Raden Kamandaka sedang bertapa menjelma menjadi lutung kasarung
d) Adi Patih Pasir Luhur sedang memburu untuk menangkap lutung kasarung
e) Raden Kamandaka dan Dewi Ciptoroso sedang memadu kasih
f) Raden Kamandaka sedang adu jago dengan Silihwarni
g) Pertemuan pengantin Pule Bahas dengan Dewi Ciptoroso
h) Lutung kasarung membunuh Raja Pule Bahas
Alasan dipasangnya patung – patung dari legenda Raden Kamandaka di dalam Goa Jatijajar adalah :
1. Pada masa pemerintahan Kerajaan Pajajaran tahun 1482 – 1579, wilayah Kabupaten
Kebumen masuk Kadipaten Pasirluhur dan masuk wilayah Kerajaan Pajajaran, yang pusat
pemerintahannya di Bogor
2. Goa jatijajar merupakan tempat pertapaan dari Raden Kamandaka putra dari Kerajaan
Pajajaran. Oleh sebab itu, untuk menambah daya tarik, maka di dalam Goa Jatijajar
setelah dibangun dipasang diorama dari legenda Raden Kamandaka.
Pengaruh pembangunan Goa Jatijajar terhadap masyarakat dan daerah yaitu :
1. Menambah pendapatan asli daerah Kebumen
2. Menambah lapangan kerja dan usaha penduduk
3. Memperlancar transportasi dan perekonomian
4. Mengembangkan para pengrajin
5. Melestarikan budaya tradisional
6. Merubah wajah desa menjadi lebih maju
b. Pengelolaan Objek
c. Kepercayaan Masyarakat
PROSES TERJADINYA GOA JATIJAJAR
Sebagai mata air, Sendang Puserbumi merupakan sebuah sumuran tegak bergaris tengah sekitar 50 cm. Sementara Sendang Jombor yang dihuni seekor pelus sepanjang lebih dari 1 m mempunyai sifon di dasarnya. Sifon ini dapat ditelusuri dengan metode penyelaman (cave diving). Beragam bentukan pengendapan ulang larutan CaCO3 jenuh yang indah dan mempe-sona dijumpai di dalam lorong goa dibalik sifon.
Lorong goa sepanjang ratusan meter dihiasi dengan deretan gurdam dan air terjun. Lorong goa di bawah Goa Jatijajar ini disiapkan menjadi objek wisata minat khusus. Untuk memasuki sendang di dalam Goa Jatijajar dikeramatkan dan dijadikan sebagai tempat berziarah. Lubang-lubang di dasar goa di dekat pintu masuk merupakan bekas-bekas penambangan fosfat guano.
LEGENDA RADEN KAMANDAKA
Pada suatu hari, Prabu Siliwangi memanggil Putra Mahkotanya yaitu Banyak Cokro dan Banyak Ngampar untuk menghadap, maksudnya ialah Prabu Siliwangi akan mengangkat putranya untuk menggantikan menjadi raja di Pajajaran karena beliau sudah lanjut usia. Namun, dari kedua Putra Mahkotanya belum ada yang mau diangkat menjadi raja di Pajajaran. Sebagai putra sulung Banyak Cokro memiliki alasan yaitu dia belum memiliki cukup ilmu dan belum memiliki pendamping. Banyak Cokro mengatakan bahwa dia baru ingin menikah apabila sudah bertemu dengan seorang putri yang parasnya mirip dengan ibunya. Oleh sebab itu, Banyak Cokro meminta ijin pergi dari Kerajaan Pajajaran untuk mencari putri yang menjadi idamannya.
Setelah Raden Kamandaka berjalan berhari-hari dari Tangkuban Perahu ke arah timur, maka sampailah Raden Kamandaka di wilayah Kadipaten Pasir Luhur. Secara kebetulan Raden Kamandaka sampai di Pasir Luhur bertemu dengan Patih Kadipaten Pasir Luhur yaitu Patih Reksonoto. Karena Patih Reksonoto sudah tua tidak mempunyai anak, maka Raden Kamandaka akhirnya dijadikan anak angkat. Patih Reknosoto merasa sangat bangga dan senang hatinya mempunyai putra angkat Raden Kamandaka yang gagah perkasa dan tampan, maka Patih Reknosoto sangat mencintainya.
Adapun yang memerintah Kadipaten Pasir Luhur adalah “Adi Pati Kanandoho”. Beliau mempunyai beberapa orang putri dan sudah bersuami kecuali yang paling bungsu yaitu Dewi Ciptoroso yang belum bersuami. Dewi Ciptoroso inilah seorang putri yang mempunyai wajah mirip Ibu Raden Kamandaka, dan Putri inilah yang sedang dicari oleh Raden Kamandaka.
Suatu kebiasaan dari Kadipaten Pasir Luhur bahwa setiap tahun mengadakan upacara menangkap ikan di kali Logawa. Pada upacara ini semua keluarga Kadipaten Pasir Luhur beserta para pembesar pejabat pemerintah turut menagkap ikan di kali Logawa.
Pada waktu Patih Reksonoto pergi mengikuti upacara menangkap ikan di kali Logawa, tanpa diketahuinya Raden Kamandaka secara diam-diam telah mengikutinya dari belakang. Pada kesempatan inilah Raden Kamandaka dapat bertemu dengan Dewi Ciptoroso dan mereka berdua saling jatuh cinta.
Atas permintaan dari Dewi Ciptoroso agar Raden Kamandaka pada malam harinya untuk datang menjumpai Dewi Ciptoroso di taman Kaputren Kadipaten Pasir Luhur tempat Dewi Ciptoroso berada. Benarlah pada malam harinya Raden Kamandaka dengan diam-diam tanpa ijin Patih Reksonoto ia pun menjumpai Dewi Ciptoroso yang sudah rindu menanti kedatangan Raden Kamandaka. Namun keberadaan Raden Kamandaka di taman kaputren bersama Dewi Ciptoroso diketahui oleh prajurit pengawal kaputren dan disangka sebagai pencuri. Mengetahui hal itu Adipati Kandandoho sangat marah dan memerintahkan prajuritnya untuk menagkap pencuri tersebut. Dan akhirnya Raden Kamandaka pun berhasil melarikan diri. Tetapi sebelum ia pergi, ia sempat mengatakan bahwa ia Raden Kamandaka dari Patih Reksonoto. Hal ini didengar oleh prajurit, dan melaporkan kepada Adipati Kandandoho. Mendengar hal ini Patih Reksonoto pun di panggil dan harus menyerahkan putranya. Perintah ini dilaksanakan oleh Patih Reksonoto, walaupaun dalam hatinya sangatlah berat. Sehingga dengan siasat dari Patih Reksonoto, maka Raden Kamandaka dapat lari dan selamat dari pengejaran prajurit.
Raden Kamandaka terjun masuk kedalam sungai dan menyelam mengikuti arus air sungai. Oleh Patih Reksonoto dan para prajurit yang mengejar, dilaporkan bahwa Raden Kamandaka sudah mati di dalam sungai. Mendengar berita ini Adipati Kandandoho merasa lega dan puas. Namun sebaliknya Dewi Ciptoroso yang setelah mendengar berita itu sangatlah muram dan sedih.
Sepanjang Raden Kamandaka menyelam mengikuti arus sungai bertemulah dengan seorang yang memancing di sungai. Orang tersebut bernama Rekajaya, Raden Kamandaka dan Rekajaya kemudian berteman baik dan menetap di desa Panagih. Di desa ini Raden Kamandaka diangkat anak oleh Mbok Kektosuro, seorang janda miskin di desa tersebut.
Raden Kamandaka menjadi penggemar adu ayam. Kebetulan Mbok Kektosuro mempunyai ayam jago yang bernama “Mercu”. Pada setiap penyabungan ayam Raden Kamandaka selalu menang dalam pertandingan, maka Raden Kamandaka menjadi sangat terkenal sebagai botoh ayam. Hal ini tersiar sampai Kerajaan Pasir Luhur, mendengar hal ini Adipati Kandandoho menjadi marah dan murka. Beliau memerintahkan prajuritnya untuk menangkap hidup atau mati Raden Kamandaka.
Pada saat itu tiba-tiba datanglah adik kandung dari Raden Kamandaka yaitu Banyak Ngampar. Ia datang menyamar sebagai rakyat biasa dan mengaku sebagai Silihwarni. Banyak Ngampar pergi dengan dibekali pusaka keris kujang oleh ayahnya. Ia datang untuk mengabdikan diri kepada Pasir Luhur sambil mencari saudara kandungnya yang sudah pergi lama. Tugas pertama yang diberikan oleh Adipati kepada Silihwarni adalah pergi kedesa Karang Luas untuk menangkap Raden Kamandaka. Akhirnya ia pun pergi bersama prajurit dan anjing pelacaknya kedesa Karang Luas tempat penyabungan ayam. Ditempat inilah mereka bertemu. Namun keduanya sudah tidak mengenal lagi. Silihwarni berpakaian seperti rakyat biasa sedangkan Raden Kamandaka berpakaian seperti botoh ayam, dan wajahnya pucat karena menahan kerinduan kepada kekasihnya.
Terjadilah persabungan ayam Raden Kamandaka dan Silihwarni, dengan tanpa disadari oleh raden kamandaka tiba-tiba Silihwarni menikam pinggang Raden Kamandaka dengan keris kujang pamungkasnya. Karena luku goresan keris tersebut darahpun keluar dengan deras. Namun karena ketangkasan Raden Kamandaka, ia pun dapat lolos dari bahaya tersebut dan tempat ia dapat lolos itu dinamakan desa Brobosan, yang berarti ia dapat lolos dari bahaya. Karena lukanya semakin deras mengeluarkan darah, maka ia pun istirahat sebentar disuatu tempat, maka tempat itu dinamakan Brancan. Larinya Raden Kamandaka terus dikejar oleh Silihwarni dan prajurit. Pada sustu tempat Raden Kamandaka dapat menangkap anjing pelacaknya dan kemudian tempat itu diberinya nama desa Karang Anjing.
Raden Kamandaka terus lari kearah timur dan sampailah pada jalan buntu dan tempat itu ia beri nama desa Buntu. Pada akhirnya Raden Kamandaka sampilah di sebuah Goa. Didalam Goa ini ia beristirahat dan bersembunyi dari kejaran Silihwarni. Silihwarni yang terus mengejar setelah sampai Goa ia kehilangan jejak. Kemudian Silihwarnipun dari mulut Goa tersebut berseru menantang Raden Kamandaka.
Setelah mendengar tantangan Silihwarni Raden Kamandaka pun mejawab, ia mengatakan identitasnya bahwa ia adalah putra dari Kerajaan Pajajaran namanya Banyak Cokro. Setelah itu Silihwarnipun mengatakan identitasnya bahwa ia juga putra dari Kerajaan Pajajaran, bernama Banyak Ngampar.
Demikian kata-kata pengakuan antara Raden Kamandaka dan Silihwarni bahwa mereka adalah putra Pajajaran, maka orang mendengar merupakan nama versi kedua untuk Goa Jatijajar tersebut.
Hubungan legenda Raden Kamandaka dengan Goa Jatijajar:
1. Goa Jatijajar merupakan tempat persembunyian Raden Kamandaka pada saat dikejar –
kejar oleh Silihwarni
2. Goa Jatijajar merupakan tempat bertapa Raden Kamandaka
Legenda Kamandaka
Prakata
Legenda Raden Kamandaka dikenal ora mung nang daerah banyumasan, legenda kiye uga dikenal nang tanah Sunda. Legenda kiye uga biasane diarani legenda Lutung Kasarung.
Raden Kamandaka jane dudu jeneng asli, jeneng asline jane Banyak Cotro, dheweke kuwe salah siji putra Prabu Dewa Niskala, Raja Kerajaan Pajajaran (Kawali).
Kerajaan Pajajaran (Kawali)
Gemiyen nang tanah Jawa bagian kulon ana Kerajaan sing amba tur kuat, kerajaan kiye termasuk kerajaan Hindu lan duwe pengaruh nganti daerah Jawa tengah. Jeneng kerajaan kiye yakuwe Kerajaan Pajajaran. Raja Pajajaran kuwe nduwe putra loro sekang permaisuri pertama, sing mbarep jenenge Banyak Cotro, adine jenenge Banyak Ngampar, ningen putra mahkota kiye wis ditinggal ibune dong esih cilik-cilik.
Bar ditinggal permaisurine, Raja Pajajaran kawin maning karo Dewi Kumudaningsih lantes nduwe putra jenenge Banyak Blabur karo putri sing jenenge Dyah Ayu Ratu Pamekas. Dong dipersunting dadi permaisuri, Dewi Kumudaningsih ngaweh persyaratan sing monine: ”Angger mengko nduwe putra lanang, sing ngganti dadi Raja Pajajaran yakuwe putra lanange kuwe”.
Sebagai Raja sing bijaksana, Prabu Dewa Niskala kepengin nek sing ngganteni dheweke dadi Raja mengko kudu diangkat sedurunge dheweke meninggal ben tahta kerajaan kuwe ora dadi rebutan putra-putri keturunane. Prabu Dewa Niskala pancen duwe akeh keturunan, salah sijine jenenge Dyah Ayu Ratu Pamekas utawa Ratna Ayu Kirana (putri bontot) sing dijodohna karo Raden Bari Raden Baribin. Raden Baribin kuwe kerabat istana Majapahit, dheweke ramane Raden Banyak Sasro, Raden Banyak Sasro kuwe ramane raden Joko Kahiman.
Kerasa umure wis lanjut, Raja Pajajaran duwe rencana ngangkat putra mahkota nggo calon Raja anyar mengko. Raja lantes ngundang putra putra pertamane, Banyak Cotro sekang permaisuri pertama, karo Banyak Blabur sekang permaisuri kelorone kanggo ngadep sang Prabu, maksude kuwe Raja arep ngangkat salah siji putra mbarepe kuwe nggo dadi Raja Pajajaran.
Ndilalah keloro putra-putrane kuwe langka sing gelem diangkat dadi raja, masing-masing ngerasa urung siap lan masing-masing ngaweh werna-werna alesan. Banyak Cotro mengajokna alesan-alesan antarane: Urung siap merentah Kerajaan merga dheweke ngerasa elmune urung cukup, alesan liyane jere dadi raja kuwe kudu nduwe permaisuri ndisit nggo dadi pendamping, mulane dheweke arep nggolet calon permaisuri ndisit sing cocog. Cocog kuwe maksude sing raine juga ayune kudu mirip karo raine ibune. Mengko angger wis kawin karo putri sing mirip ibune tembe dheweke gelem diangkat dadi Raja Pajajaran. Bar kuwe Banyak Cotro njaluk ijin lunga ming ramane nggo nggolet putri idamane.
Banyak Cotro Dadi Raden Kamandaka
Banyak Cotro mangkat sekang Keraton Kerajaan ming arah wetan, ngeliwati Gunung Tangkuban Perahu, nang gunung kuwe dheweke ngadep pendeta Hindu sing agi mertapa nang kana. Pendeta kuwe jenenge Ki Ajar Winarong, kiye Pendeta sing sekti mandraguna, nduwe Ilmu Kanuragan sing duwur lan paham nek mengko suatu saat Banyak Cotro mesthi berhasil mempersunting putri sing di idam-idamana, ningen asal bisa menuhi syarat-syarat sing antarane: Banyak Cotro kudu bisa ngelepas lan ninggalna kabeh pakaian kebesaran sekang Kerajaan, lan urip sebagai rakyat biasa. Syarat liyane: Banyak Cotro kudu ganti jeneng lan menyamar nganggo jeneng samaran Raden Kamandaka.
Raden Kamandaka terus mlaku ming arah wetan, akhire tekan mring wilayah Kadipaten Pasir Luhur.
Mbuh kepriwe critane akhire Raden Kamandaka bisa ketemu karo Patih Kadipaten Pasir Luhur sing jenenge Patih Reksonoto. Patih kiye mandan seneng karo perilaku Raden Kamandaka, kebeneran maning, dheweke ora nduwe putra. Akhire Raden Kamandaka diangkat dadi anak. Patih Reksonoto seneng pisan tur bangga, siki dheweke wis nduwe anak angkat sing gagah perkasa, ganteng lan nduwe perilaku apik. Raden Kamandaka disayang banget karo ayah angkate.
Sementara kuwe nang Istana Kadipaten Pasir Luhur, sing merentah sebagai Adipati yakuwe Adipati Kandandoho, dheweke nduwe putri-putri sing ayu-ayu lan wis kawin kecuali sing bontot, sing jenenge Dewi Ciptoroso. Ndilalah putri bontot Adipati kiye nduwe rupa sing mirip banget karo ibune Raden Kamandaka. Sebagai putra Patih Reksonoto, Raden Kamandaka jelas wis melebu nang lingkaran Istana Kadipaten Pasir Luhur uga wis bola-bali ndeleng Dewi Ciptoroso. Raden Kamandaka yakin pisan nek Dewi Ciptoroso kuwe putri sing diidam-idamna.
Raden Kamandaka Ketemu Dewi Ciptoroso
Raden Kamandaka Ketemu Dewi Ciptoroso
Wis dadi tradisi nang Kadipaten Pasir Luhur, saben tauh nganakna upacara mancing iwak nang kali Logawa. Nang upacara kiye kabeh keluarga istana Kadipaten, pembesar, pejabat pemerentahan melu mancing nang kali Logawa. Sebagai Patih Kadipaten, Patih Reksonoto juga melu upacara kuwe. Raden Kamandaka ora nyia-nyiaken kesempatan, dheweke juga melu. Kiye kesempatan ketemu karo Dewi Ciptoroso. Nang pertemuan kiyelah rasa tresna Dewi Ciptoroso lan Raden Kamandaka tumbuh.
Dina ganti dina purnama ganti purnama, Dewi Ciptoroso wis bener-bener jatuh hati karo Raden Kamandaka. Dheweke mohon banget karo jantung hatine angger saben mbengi marani dheweke nang taman Keputren Istana Kadipaten. Jane kiye masalah tabu lan saru, ningen Dewi Ciptoroso wis dimabuk kepayang. Ndilalah pas mbengi sing apes banget, ora sengaja pertemuan rahasia kiye konangan karo prajurit pengawal Keputren. Raden Kamandaka diarani maling sing arep nyolong nang Keputren, prajurit langsung lapor ming atasane, akhire laporan kiye tekan juga ming Adipati Kandandoho, Istana Kadipaten dadi geger. Adipati murka lan merentahaken kabeh prajurit nangkap maling kuwe. Penangkepan maling kiye gagal merga Ilmu Kanuragan Raden Kamandaka lewih duwur dibanding pengawal-pengawal Istana Kadipaten, Raden Kamandaka lolos.
Sedurunge tarung lawan pengawal-pengawal Istana, Raden Kamandaka wis berusaha ngandani nek dheweke dudu maling, dheweke kiye putra Patih Reksonoto. Kejujuran Raden Kamandaka kiye malah dadi kesalahane sebab ora patut dheweke ana nang Keputren Istana. Pimpinan prajurit langsung lapor ming Adipati nek maling kuwe jebule putrane Patih Kadipaten Pasir Luhur. Patih Reksonoto akhire depanggil Adipati lan diperentah nyerahaken putrane nggo nerima hukuman. Patih Reksonoto manut ningen atine abot banget, akhire Patih ngatur siasat ben putrane bisa lolos sekang hukuman. Nganggo kesekten elmu kanuragane, Raden Kamandaka bisa luput sekang pengepungan prajurit.
Raden Kamandaka lumpat nyebur ming kali terus nyilem melu arus banyu kali. Prajurit Kadipaten nyebar nyusuri kali, ngenteni Raden Kamandaka nylongob ning wis suwe pisan, Raden Kamandaka ora muncul juga. Patih Reksonoto juga api-apine melu nggolet. Akhire kumandan prajurit-prajurit bali ming Istana Kadipaten terus lapor maring Adipati nek Raden Kamandaka wis tewas nang kali. Adipati ngerasa lega ning putrine Dewi Ciptoroso sewalike, dheweke sedih ngrasa nelangsa pisan, jantung hatine wis ora nana.
Raden Kamandaka Mengembara
Raden Kamandaka metu sekang kali. Dheweke terus mlaku ngetutna ilening kali nganti akhire ketemu karo wong lagi mancing, sing jenenge Rekajaya. Ringkesing crita, Rekajaya akhire dadi kancane Raden Kamandaka. Dheweke uga netep lan manggon nang desa Panagih, desane Rekajaya. Nang desa Panagih, Raden Kamandaka dadi anak angkate randha mlarat sing jenenge mbok Kektosuro. Nang desa kuwe, Raden Kamandaka dadi tukang adu ayam jago, kebeneran pisan mbok Kektosuro duwe ayam jago sing jenenge Mercu. Saben adu ayam, Raden Kamandaka mesthi menang, akhire dheweke dikenal sebagai botoh ayam.
Crita botoh ayam sekang desa Penagih kiye akhire keprungu tekan Istana Kadipaten Pasir Luhur, krungu nek botoh kuwe jenenge Kamandaka, Adipati murka, dheweke langsung aweh perentah ming prajurit kon nangkep Raden Kamandaka urip utawa mati.
Dong Istana lagi ribut-ribut perkara nangkep Raden Kamandaka sing lumayan sekti kuwe, ndilalah ijig-ijig teka nom-nom an ngganteng sing ketone duwe ilmu kanuragan sing lumayan dhuwur, dheweke ngaku nek jenenge Silihwarni lan kepengin ngabdi nang Kadipaten Pasir Luhur. Bar diuji, Adipati nerima permohonan Silihwarni ning syarate, Silihwarni kudu nyekel terus mateni Raden Kamandaka, lan nggawa getih karo ati-ne Raden Kamandaka ming Istana, Silihwarni nyanggupi. Silihwarni jane dudu jeneng asline, jenenge asline dheweke Banyak Ngampar sekang Istana [Kerajaan Pajajaran], Banyak Ngampar kuwe sedulur lanang (kakang cer)sing jenenge Banyak Cotro utawa Raden Kamandaka.
Silihwarni jane lagi ngemban prentah sekang Ramane Prabu Dewa Niskala, prentahe yakuwe nggoleti kakange sing wis suwe ora nana kabare. Silihwarni disangoni senjata pusaka Keris Kujang Pamungkas. Dheweke nyaru dadi rakyat biasa. Nang perjalanan dheweke krungu nek Banyak Cotro kakange kuwe lunga ming arah Kadipaten Pasir Luhur.
Bar nrima prentah Adipati Kandandoho, Silihwarni mangkat nggawa prajurit karo anjing pelacak, araeh ialah ming desa Karanglewas. Desa kiye pancen dadi pusat adu ayam.
Raden Kamandaka Lawan Silihwarni
Nang desa Karanglewas, Silihwarni karo Raden Kamandaka ketemu ning masing-masing wis ora kenal, masing-masing wis kelalen karo rupa sedulure. Silihwarni nganggo kelambi biasa sementara Raden Kamandaka nganggo kelambi botoh ayam.
Adu ayam jago antara ayam Silihwarni karo Mercu (ayam nduweke Raden Kamandaka) seru pisan, ningen merga ketone akeh wong sing tampang lan rupane mandan asing lan ora biasa, penonton sing maune akeh siji-siji lunga, ndeyan wedhi mbokan mengko ana kedaden sing ora bener. Raden Kamandaka dhewek ora sadar nek dheweke siki wis dikepung prajurit Kadipaten. Tiba-tiba isyarat perentah nyerang sekang Silihwarni keton, prajurit-prajurit langsung nyerang Raden Kamandaka dipimpin Silihwarni. Adu Ilmu Kanuragan antara Silihwarni lawan Raden Kamandaka jane bisa seru ning merga Raden Kamandaka kaget, Silihwarni brasil nancepaken Keris Kujang Pamungkas ming pinggang Raden Kamandaka. Raden Kamandaka tetep ngelawan, arena tarung ngantek pindah nang desa liya. Nang desa kuwe, Raden Kamandaka ngerasa getieh wis metu akeh, kuwe marakna awake mandan lemes, akhire mbuh nganggo ilmu apa, Raden Kamandaka brasil ngilang lolos sekang keroyokan pasukan Kadipaten. Desa kuwe dijenengi desa Brobosan.
Silihwarni karo prajurite terus brusaha nggolet jejak Raden Kamandaka, sementara Raden Kamandaka dhewek ngrasa awake wis kesel pisan, dheweke leren sedela, enggon dong Raden Kamandaka leren kuwe dijenengi desa Bancran.
Dituntun anjing pelacake, Silihwarni karo prajurite terus ngejar, malah Raden Kamandaka brasil nangkep salah siji anjing pelacak Kadipaten, enggon kuwe siki jenenge desa Karanganjing.
Raden Kamandaka nang Goa Jatijajar
Raden Kamandaka terus mlayu ming arah wetan ngantek akhire tekan ming ujung dalan sing buntu, enggon kuwe dijenengi desa Buntu. Raden Kamandaka terus mlebu alas ngatek akhire nemoni Goa, dheweke terus mlebu nang goa kuwe. Bar nempuh perjalanan lumangyan adoh, Raden Kamandaka leren nang jero goa.
Sementara kuwe Silihwarni karo prajurite terus ngejar debantu anjing pelacake, ngantek akhire anjing kuwe mandeg nang ngarep goa. Silihwarni yakin banget nek buruane mesthi ana nang jero goa, sambi ngorong-ngorong Silihwarni nantang Raden Kamandaka. ”Hei Kamandaka, angger kowe ngerasa jago metu ngeneh !, arep tarung pirang jurus bae tek ladeni, apa perlu nyong sing mlebu heh !” jere Silihwarni.
Sekang mulut goa metu suara mandan medeni, ”Sih !!! nyong kiye putra mahkota sejati Pajajaran, ora bakalan wedhi ora !”. Dong nyebut”sejati Pajajaran” Raden Kamandaka ngetokna sisa-sisa tenaga dalame, kuwe marakna suarane menggema nang endi-endi, prajurit-prajurit Kadipaten sing ngawasi sekang adoh juga krungu ning suarane wis ora utuh apamaning kabeh prajurit kuwe padha nutup kuping merga ora kuat nahan serangan Tenaga Dalam sing metu sekang suara kuwe, suara Raden Kamandaka kuwe bener-bener marakna budeg. Sing krungu nang prajurit-prajurit kuwe mung suara gema thok, ”jati jajar...jati jajar...jati jajar...” kaya kuwe, mulane Goa kuwe dijenengi Goa jatijajar.
Krungu Raden Kamandaka nyebut-nyebut jeneng Kerajaan Pajajaran, Silihwarni kaget, dheweke langsung takon ”Apa ko sekang Pajajaran juga ?”, Raden Kamandaka njawab ”Iya, lha rika sapa ?”. Silihwarni ora langsung njawab, dheweke mbathin ”kiye meshti kakangku”. Lantes Silihwarni lumpat mlebu goa. Nang jero goa Silihwarni mbukak rahasia, ”Inyong Banyak Ngampar, apa rika Banyak Cotro ?”. Akhire putra-putra Prabu Dewa Niskala kuwe ketemu, suasanane haru banget.
Nang jaba prajurit-prajurit Kadipaten sing wis padha mandan budeg ora krungu apa-apa, kabeh mung ngenteni nganti akhire Silihwarni lumpat metu sekang goa langsung nyamber salah siji sisa anjing pelacake, terus lumpat maning mlebu goa. Mandan suwe Silihwarni nang jero goa, akhire dheweke metu nggawa bungkusan sing isine getih karo hati, sementara anjing pelacake ora digawa metu. Getih karo hati kuwe ialah bukti sing dijaluk Adipati Pasir Luhur dong aweh prentah ming Silihwarni kon nggolet Raden Kamandaka.
Silihwarni langsung aweh prentah ming pasukane kon bali ming Kadipaten, sementara prajurit-prajurite padha mbatin ”Silihwarni kuwe sekti pisan, Kamandaka sing sektine kaya kuwe be bisa dikalahna, malah hatine dijukut getieh diperes, asu !”.
LEGENDA PANDAN KUNING
( Cinta Segitiga Joko Puring, Sulastri dan Sudjono)
Menurut
para sesepuh, tokoh masyarakat dan buku legenda yang ditulis oleh Dinas
Pariwisata setempat, pada sekitar tahun 1601, yakni pada masa pemerintahan
Mataran yang Rajanya Sutawijaya, terlahirlah seorang gadis cantik dan jelita
yang bernama Dewi Sulastri.
Hidungnya
yang mancung dengan mukannya lonjong bagai telor, kulitnya yang juga kuning dan
rambut panjang terurai, menambah kece Sulastri. Kelebihan lainnya, gadis
keturunan bangsawan ini ternyata tak mempunyai watak sombong, di mana cewek
kece ini selalu bersikap ramah pada siapapun.
Namun
begitu, darah bangsawan yang bernama Lastri, panggilan akrab Sulastri ternyata
merasa terkekang dengan adat yang terjadi di lingkungannya. Sebab, Lastri ini
adalah anak dari seorang Bupati Pucang Kembar. Ayahnya tak lain adalah Bupati
Citro Kusumo yang memang cukup disegani oleh warganya.
Ternyata,
Sulastri ini oleh ayahnya telah dicalonkan dengan Joko Puring. Seorang Adipati
di Bulupitu. Sayang, dara jelita ini tak mau dijodohkan dengan lelaki bernama
Joko Puring. Katanya sekalipun Adipati yang bernama Joko Puring ini juga cukup
keren, namun Lastri tak merasa adanya getaran cinta.
Makanya,
begitu ada seorang bernama Raden Sujono, sekalipun hanya seorang anak Demang
dari Wonokusumo, yang datang untuk mengabdi menjadi seorang pembantu, Lastri
dengan berbagai argumentasi pada ayahnya agar orang tersebut diterima sebagai
abdi dalem di Pucang Kembar.
Rupanya
Bupati Citrokusumo tak kuasa menolak keinginan anaknya dan diterimalah Raden
Sujono sebagai Abdi di Pucang Kembar. Padalah, Joko Puring sebelumnya juga
telah mengajukan argumentasi pada Camernya (Calon mertuanya), agar menolak
keinginan Raden Sujono sebagai Abdi di Pucang Kembar.
Terjadilah cinta segitiga antara Joko Puring dan
Raden Sujono yang sama-sama mencintai Dewi Sulastri yang cukup cantik itu.
Bedanya, cinta Raden Sujono bahkan sangat diharapkan oleh putri citra Pucang
Kembar, sedang Joko Puring cintanya tak kesampaian.
Cinta
segitiga ini akhirnya berkembang menjadi huru-hara bagi Kabupaten Pucang
Kembar. Namun dengan modal tampan dan kesungguhannya, Raden Sujono berhasil
mempersunting Ratu Ayu Kabupaten Pucang Kembar menggantikan Citro Kusumo
menjadi bupati di Kabupaten tersebut.
Prahara
cinta ini tak berhenti sampai di sini, sekalipun sudah dipertaruhkan dengan
adanya Sayembara dan dimenangkan oleh Raden Sujono. Buntutnya ketka suami
Sulastri sedang menjalankan tugas negara memberantas berandal, atau
preman-preman, secara ekbetulan Joko Puring bisa membawa lari Sulastri sampai
ke Pantai Karanggadung yang sekarang dikenal sebagai Pantai Petanahan.
Tetapi
hal tersebut diketahui oleh Raden Sujono dan akhirnya terjadi lagi pertarungan
yang maha dahsyat dua satria yang memang punya kesaktian. Namun begitu,
Sulastri akhirnya bisa direbut kembali oleh suaminya. Dalam versi lain
disebutkan, bahwa ketika Sulastri diikat pada pohon Pandan ternyata ada suatu
keajaiban.
Pandan
tersebut beruabah menjadi Pandan Kuning dan nama tersebut digunakan untuk
memberi nama tempat istirahatnya Sulastri dan suaminya, setelah Joko Puring
berhasil dihalau pergi entah kemana. Sedang Sulastri yang telah dibawa pergi
oleh Joko Puring tetap tak mau menerima cinta Joko Puring seklipun diancam akan
dibunuh.
Inilah
kesetiaan dari Dewi Sulastri terhadap suaminya yang sejak awal memang
didambakan. Prinsipnya, sekalipun ditinggal tugas oleh suaminya sekian lama,
toh tak mengurangi kadar cintanya, bahkan sudah tak ada tempat lagi bagi lelaki
lain.
Begitu
perjuangan mempertahankan istrinya dari Joko Puring berhasil, kedua pengantin
baru ini mempertahankan istrinya dari Joko Puring berhasil, kedua pengantin
baru ini beristirahat di bawah semak-semak pandan yang ada di Pantai Petanahan
yang indah tersebut. Apalagi keduanya sudah lama berpisah, tentu merupakan saat
terindah bagi Sulastri dan Raden Sujono.
Begitu
keduanya cukup beristirahat dan memadu kasih, segeralah keduanya meninggalkan
pandan yang rimbun tersebut yang telah mengukir cinta keduanya. namun
sebelumnya, Raden Sujono konon ditemui oleh Ny Loro Kidul. Maksudnya tempat yang telah digunakan oleh keduanya
beristirahat ini diminta menjadi tempat peristirahatan, atau pesanggrahan Ny.
Loro Kidul.
Sejak
itu pula, sepeninggalan Dewi Sulastri si mantan Putri Citra Pucang Kembar,
dengan leluasa tempat tersebut digunakan oleh Ny. Loro Kidul. Sejak itu pula,
tempat tersebut dimanfaatkan orang untuk semedi dan mengheningkan cipta.
Menurut
beberapa sumber, banyak sudah orang yang percaya melakukan tapa di tempat
tersebut yang berhasil, bahkan ada yang sampai membangun tempat tersebut.
Selain itu, orang-orang yang merasa berhasil semedi di tempat ini setiap malam
Jum’at Kliwon Bulan Syura diadakan upacara larungan. Ini dimulai sejak siang
hari sampai menjelang ayam berkokok.
Inilah
barangkali yang membuat Pantai Petanahan mempunyai daya pikat sendiri bagi
pengunjungnya, sekalipun di tempat tersebut tak diadakan sesuatu hiburan.
apalag sekarang Pantai Petanahan ini sudah mulai tertata rapi, tentu merupakan
tempat rekreasi yang sangat didambakan oleh wisatawan.
Dengan
berjalan menyaksikan pegunungan pasir, daun cemara yang terlihat menguning dan
tanaman pandan sepanjang jalan mengantar kita untuk menyaksikan deburan ombak
Pantai Petanahan yang seolah menyambut kedatangan Wisatawan. Tidak salah, kalau
ada yang mengatakan, pantai tersebut memang cukup indah.
Upacara Adat
Panen Sarang Burung Walet
Upacara adat kiye dianakna nang Desa Karang Bolong, Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen]], pas Mangsa Kesanga nangPenanggalan Saka utawa kalender Jawa. Kuwe ialah wektu sing paling cocok nggo panen sarang burung walet.
Miturut kepercayaan, sing nduweni sarang burung walet nang desa Karang Bolong kuwe ialah Nyi Roro Kidul, penguasa laut kidul. Mulane ben ora kenang musibah, pemanen sarang walet kudhu nglakoni rangkaian ritual adat sing intine sebagai upacara keselamatan. Upacara adat kiye dipimpin Pak Mandor.
Sesajen nggo Ratu Kidul disiapna antarane: kain lurik hijau gadung, udang wulung, selendang, kasur, karo bantal putih ditambah penganan sesaji sing dipercaya disenengi Nyi Roro Kidul.
Nang bibir Gua Contoh nang Pantai Karang Bolong, disiapna juga pagelaran wayang kulit, kabeh Perangkat Gamelan disiapna jugaPenayagan.
Bar kabeh persiapan kuwe rampung Dalang molai maca Mantra sebagai pambuka pagelaran. Dheweke njaluk ijin maring Sang Bahureksa, penguasa laut lidul termasuk pengikute antarane Joko Suryo, Suryawati, Den Bagus Cemeti, Kiai Bekel, karo Kiai Surti, kanggo keselamatan acara panen sarang burung walet ngesuke.
Sejarah
Upacara adat kiye ialah amanah leluhur. Gemiyen, jere wong tua, Kiai Surti ialah utusan Kerajaan Mataram Kartasura, dheweke ditugasi nggolet tamba/obat kanggo permaisuri sing agi lara, ngantek akhire Kiai Surti tiba nang Pantai Karang Bolong kiye.
Kiai Surti lantes mertapa ngantek akhire olih wangsit sekang Dewi Suryawati, anak buahe Nyi Roro Kidul. Sang Dewi aweh pentunjuk nek obat sing digolet kuwe ialah sarang burung walet sing ana nang jero Goa Karang Bolong. Singkat crita, permaisuri akhire mari.
Bar peristiwa kuwe Kiai Surti akhirnya nikah karo Dewi Suryawati secara batin.
Nang pagelaran wayang kulit, ana aturane ialah tokoh nang wayang ora olih gugur nang medan perang, sebab nek nang pergelaran kuwe ana sing mati, diyakini bakal ana pemetik sarang walet sing kenang musibah.
Puncak upacara ditutup karo acara kenduren sing dibarengi karo Tayuban utawa pagelaran tari Tayub. Ngesuke, acara metik sarang burung walet dipercaya bakal aman sebab wis olih restu sekang Nyi Roro Kidul, kaya kuwe....
SEJARAH BENTENG VAN DER WIJCK
Benteng Van Der Wijck adalah benteng pertahanan Hindia-Belanda yang dibangun pada abad ke 18. Benteng ini terletak di Gombong, sekitar 21 km dari kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, atau 100 km dari Candi Borobudur, Magelang.
Nama benteng ini diambil dari Van Der Wijck, yang kemungkinan nama komandan pada saat itu. Nama benteng ini terpampang pada pintu sebelah kanan. Benteng ini kadang dihubungkan dengan nama Frans David Cochius (1787-1876), seorang Jenderal yang bertugas di daerah barat Bagelen yang namanya juga diabadikan menjadi nama Benteng Generaal Cochius.
Benteng Van Den Wijck adalah benteng Belanda yang dibangun pada sekitar tahun 1818 dengan luas 3,6 Ha itu adalah dalam rangka pertahanan Belanda di wilayah Kedu Selatan. Pada awal didirikan, benteng dengan tinggi tembok 10 m ini diberi nama Fort Cochius (Benteng Cochius). Namanya diambil dari salah seorang perwira militer Belanda (Frans David Cochius) yang pernah ditugaskan di daerah Bagelen.
Benteng Van Der Wijck mempunyai luas benteng atas 3606,625m2 dan luas benteng bawah 3606,625 m2. Dengan tinggi benteng 9,67 m, ditambah cerobong 3,33 m. Terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m.
Pada masa pendudukan Jepang, benteng ini digunakan sebagai tempat pelatihan tentara PETA. Setelah dikelola oleh Pemda Kabupaten Kebumen Benteng Van Den Wijck dijadikan kawasan wisata dan taman bermain Setelah direnovasi menjadi tempat wisata, area ini dilengkapi dengan taman, kolam renang dan arena permainan anak-anak.
FRANS DAVID COCHIUS & BENTENG
Benteng Van Den Wijck adalah benteng Belanda yang dibangun pada sekitar tahun 1818 dengan luas 3,6 Ha itu adalah dalam rangka pertahanan Belanda di wilayah Kedu Selatan. Pada awal didirikan, benteng dengan tinggi tembok 10 m ini diberi nama Fort Cochius (Benteng Cochius). Namanya diambil dari salah seorang perwira militer Belanda (Frans David Cochius) yang pernah ditugaskan di daerah Bagelen.
Benteng Van Der Wijck mempunyai luas benteng atas 3606,625m2 dan luas benteng bawah 3606,625 m2. Dengan tinggi benteng 9,67 m, ditambah cerobong 3,33 m. Terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m.
Pada masa pendudukan Jepang, benteng ini digunakan sebagai tempat pelatihan tentara PETA. Setelah dikelola oleh Pemda Kabupaten Kebumen Benteng Van Den Wijck dijadikan kawasan wisata dan taman bermain Setelah direnovasi menjadi tempat wisata, area ini dilengkapi dengan taman, kolam renang dan arena permainan anak-anak.
FRANS DAVID COCHIUS & BENTENG
Benteng ini kadang dihubungkan dengan nama FRANS DAVID COCHIUS (1787 - 1876), seorang Jenderal yang bertugas di daerah barat Bagelen yang namanya diabadikan menjadi Benteng GENERAAL COCHIUS. Selanjutnya Benteng pertahanan ini digunakan untuk sekolah militer.
Data tehnis Benteng :
Luas Benteng atas 3606,625m2.
Benteng bawah 3606,625 m2.
Tinggi Benteng 9,67 m, ditambang cerobong 3,33 m.
terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m.
Benteng bawah 3606,625 m2.
Tinggi Benteng 9,67 m, ditambang cerobong 3,33 m.
terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m.
Frans David Cochius
Frans David Cochius (Valburg, Overbetuwe, 1787 – Rijswijk, 1876) ialah seorang perwira teknik tempur Belanda dan penerima Militaire Willems-Orde Ksatria Kelas III (sejak tanggal 7 Mei 1822).
Cochius bertugas sebagai kapten di Militer Perancis antara tahun 1811-1814 dan pada tahun 1843 ditugaskan di Timur Jauh, pada tahun 1830 ia menjadi komandan korps pengamat di Salatiga yang ada di antara serdadu, marinir, dan marechausée dan pada tahun 1837 menaklukkan Bonjol, sebagai purnawirawan letnan jenderal.
Sebagai mayor jenderal, pada tanggal 16 Agustus 1837, Cochius menaklukkan kubu Sumatera yang kuat di Bonjol. Dengan penaklukan tersebut, perlawanan kaum Adat-Padri berakhir, yang sejak tahun 1831 berlangsung di daerah pegunungan Sumatera Barat tersebut. Kaum Paderi membentuk gerakan perlawanan, yang hampir tak dapat dipercaya, dengan cara itu sebagian besar orang Belanda Kristen berhati-hati, karena musuh telah bertekad akan menghalau mereka dari Sumatera dan di pulau tersebut akan dibentuk pemerintahan berdasar Islam. Mereka memanfaatkan taktik gerilya yang membuat gusar pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
Di daerah bergunung tersebut pasukan kolonial selalu kalah antara tahun 1831-1837 meskipun kaum Paderi terkadang kalah sepanjang jalannya tahun di sejumlah tempat. Pada tahun 1836, mereka berkubu di benteng pegunungan yang besar bernama Bonjol, yang selama setahun dikepung oleh Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger tanpa hasil. Ketika lainnya kalah, Mayjen Cochius bertempur dengan kekuatan artileri besar dan sejumlah pasukan brilian yang menghancurkan pinggiran kubu tersebut. Perlawanan di Sumatera Barat dilaporkan dengan pasti saat itu. Aceh di utara pulau, baru bisa diduduki pada awal abad ke-20.
Atas kemenangan di Bonjol, pada tanggal 8 Mei 1838, Raja Willem I membuat sebuah penghargaan, Ruit van Bonjol, yang hanya untuk 23 orang militer pribumi yang “berani dan ulung” dan tak ditujukan untuk Cochius. Sebuah ornamen seragam perwira dinamai menurut Jenderal Cochius. Ornamen tersebut berbentuk bulu dari ayam hitam. Selain itu, sebuah benteng di Gombong dinamai menurut namanya, dan sekarang benteng itu berubah nama menjadi Benteng Van der Wijck.
Cochius bertugas sebagai kapten di Militer Perancis antara tahun 1811-1814 dan pada tahun 1843 ditugaskan di Timur Jauh, pada tahun 1830 ia menjadi komandan korps pengamat di Salatiga yang ada di antara serdadu, marinir, dan marechausée dan pada tahun 1837 menaklukkan Bonjol, sebagai purnawirawan letnan jenderal.
Sebagai mayor jenderal, pada tanggal 16 Agustus 1837, Cochius menaklukkan kubu Sumatera yang kuat di Bonjol. Dengan penaklukan tersebut, perlawanan kaum Adat-Padri berakhir, yang sejak tahun 1831 berlangsung di daerah pegunungan Sumatera Barat tersebut. Kaum Paderi membentuk gerakan perlawanan, yang hampir tak dapat dipercaya, dengan cara itu sebagian besar orang Belanda Kristen berhati-hati, karena musuh telah bertekad akan menghalau mereka dari Sumatera dan di pulau tersebut akan dibentuk pemerintahan berdasar Islam. Mereka memanfaatkan taktik gerilya yang membuat gusar pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
Di daerah bergunung tersebut pasukan kolonial selalu kalah antara tahun 1831-1837 meskipun kaum Paderi terkadang kalah sepanjang jalannya tahun di sejumlah tempat. Pada tahun 1836, mereka berkubu di benteng pegunungan yang besar bernama Bonjol, yang selama setahun dikepung oleh Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger tanpa hasil. Ketika lainnya kalah, Mayjen Cochius bertempur dengan kekuatan artileri besar dan sejumlah pasukan brilian yang menghancurkan pinggiran kubu tersebut. Perlawanan di Sumatera Barat dilaporkan dengan pasti saat itu. Aceh di utara pulau, baru bisa diduduki pada awal abad ke-20.
Atas kemenangan di Bonjol, pada tanggal 8 Mei 1838, Raja Willem I membuat sebuah penghargaan, Ruit van Bonjol, yang hanya untuk 23 orang militer pribumi yang “berani dan ulung” dan tak ditujukan untuk Cochius. Sebuah ornamen seragam perwira dinamai menurut Jenderal Cochius. Ornamen tersebut berbentuk bulu dari ayam hitam. Selain itu, sebuah benteng di Gombong dinamai menurut namanya, dan sekarang benteng itu berubah nama menjadi Benteng Van der Wijck.
IFORMASI OBYEK WISATA BENTENG VAN DER WIJCK
Harga Tiket:
Senin - Sabtu Rp. 4.000,- /orang.
Hari Libur Rp. 5.000,- /orang
Jam Oprasional:
Setiap Hari 09:00 s/d 17:00
Fasilitas:
- Taman Bermain
- Water Park
- Jet Putar, Kincir raksasa, komedi putar
- Kereta Wisata (Kereta atas benteng, Kereta listrik)
- Kuda Tunggang
- Panggung Karaoke
- Lahan parkir luas
- Kios Cindramata/oleh-oleh
- Rumah makan
- Hotel
- Toilet
Kontak:
kantor Wisata
Jl. Sapta Marga No. 100 Gombong
Telp. (0287) 473460, Fax. (0287) 473460