Selamat Datang

Sabtu, 16 Juli 2016

MENGENAL GUNUNG SELOK DAN SRANDIL CILACAP JAWA TENGAH


GUNUNG SELOK DAN SRANDIL


GUNUNG SELOK & SRANDIL TEMPAT PESUGIHAN?


Isu yang berkembang di kalangan ritualis adalah apabila melakukan ritual ke Gunung Srandil ataupun Gunung Selok, dalam penuh keberuntungan maka ia akan segera kaya (sugih). Isu demikian menurut penulis adalah isu yang sama sekali tidak tepat dan tidak dapat dipertanggung-jawabkan kenyataannya. Gunung Srandil dan Selok bukanlah tempat untuk menjadikan kaya raya, dan Gunung Srandil dan Selok juga bukan tempat bersarangnya jalan pintas untuk menaikkan tahta, untuk mewujudkan semua keinginan, dan bukan tempat untuk mencari hal-hal yang mengingkari garis hidup (kodrat).

Biasanya, ketika seseorang terdesak dengan permasalahan hidup dan beranggapan sudah tidak mampu lagi untuk menghadapi, maka ia akan mencari informasi tentang tempat-tempat ritual yang dapat memecahkan masalahnya. Atas provokasi pihak-pihak yang tidak mempunyai dasar real (dasar yang sesungguhnya) dan hanya untuk mencari keuntungannya saja, ia akan terpengaruh dengan ungkapan – ungkapan yang bahwasanya setelah si A ke sini (ke Gunung Srandil/ Selok), nyatanya ia jadi pejabat; setelah si B ke sini, sekarang usahanya berkembang pesat; setelah si C ke sini, semua hutangnya langsung terbayar; dan sebagainya.

Ungkapan-ungkapan demikian sungguh hanya ungkapan yang dibesar-besarkan dan tidak dapat dibenarkan. Mengapa? Sebab, dengan ungkapan-ungkapan seperti itu, maka spiritual yang sesungguhnya di Gunung Srandil dan Selok akan terkikis dan tergantikan dengan spiritual yang tidak berbobot kemuliaan hidup. Lalu, yang dapat terjadi adalah pola Spiritual Jawa, bahkan Budaya Adiluhung Jawa sekalipun akan dikenal sebagai spiritual dan budaya yang tidak sesuai kehendak Tuhan. Apakah anda rela jika budaya kita sendiri dikatakan demikian? Sungguh, setahu kami Budaya Adiluhung Jawa adalah budaya yang menyimpan nilai-nilai luhur (tinggi), penuh kemuliaan, dan satu-satunya budaya di dunia yang mengulas tentang kasampurnan.

Maka dari itu, berdasarkan kepada penghayatan atas kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, penulis pun menyatakan bahwa sesungguhnya Gunung Srandil dan Selok bukanlah tempat kemusyrikan. Sebab, Gunung Srandil dan Selok sesungguhnya adalah tempat penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang terbuka bagi siapa saja yang mau melaksanakannya tanpa memandang suku, ras, atau paham ketuhanannya (agamanya).

Hal-hal mengenai keberuntungan yang didapatkan setelah ritual di Gunung Srandil atau pun Selok adalah tergantung tingkat kekhusyukan dalam berdoanya manusia itu sendiri. Karena tidak jarang pula yang setelah datang ke Gunung Srandil dan Selok maka kondisinya tetap saja bahkan cenderung memburuk. Yang jelas, tingkat kesuksesan harta seseorang tidak ada kaitannya dengan Gunung Srandil dan Selok. Jangan sampai jalan hidup kita jauh dari kehendak Tuhan hanya karena niat hidup yang tidak sesuai dengan jalan yang dikehendaki Tuhan.

Orang-orang dahulu (terutama Para Pemimpin Nusantara, atau orang-orang khusus yang terkodrat), dalam ritual di Gunung Srandil dan Selok tidaklah untuk mencari jabatan dan tidak pula untuk mencari kekayaan dan mereka pun bukan berniat untuk mewujudkan semua keinginannya dengan jalan ritual di Gunung Srandil dan Selok. Justru orang-orang terdahulu adalah orang-orang yang penuh kesederhanaan dan setiap waktunya selalu dimanfaatkan untuk memikirkan hajat hidup orang banyak. Beliau-beliau tersebut bisa dikatakan adalah golongan orang-orang yang sudah tahu akan apa yang terjadi pada dirinya. Sedangkan ritualnya, beliau hanya menepati atas apa yang disarankan dan dianjurkan padanya serta atas dasar petunjuk yang real

 

Gunung Selok, Tempat Spiritual Pemimpin Nusantara


Siapa si yang tidak tahu Gunung Selok pada era 80-an? Hampir semua masyarakat Indonesia mengetahuinya walau hanya sebatas nama. Ya, karena pada saat itu, di situlah pemimpin negara kita melakukan kegiatan spiritual. Bahkan sebenarnya, Bung Karno pun dulu menerima ilham/ wahyu untuk Pancasila juga di Gunung Selok. Terletak di tepi Pantai Selatan Kabupaten Cilacap, sepintas Gunung ini seperti bukit biasa. Namun, ternyata di dalamnya dan di sekitarnya terdapat banyak panepen dan petilasan yang sering digunakan untuk meditasi/semedi/ritual. Yang perlu kita ketahui adalah bahwasanya Gunung Selok maupun Gunung Srandil (sebelah timur Gn. Selok) adalah bukan tempat kemusyrikan. Kita harus maksud bahwa yang musyrik tentunya bukan gunungnya, yang musyrik bukan goanya, yang musyrik bukan batunya, tetapi niat hati kita masing-masing yang ingin beritual atau sekedar berkunjung ke Gunung Selok ini.

Mengulas Gunung selok, tentu kita setidaknya mengetahui sekilas mitosnya. Berdasarkan buku "Gunung Srandil dan Selok tersirat Sang Pamon Nusantara" karya Sidik Purnama Negara, berbicara Gunung Selok sama dengan berbicara kehidupan yang bisa dilihat maupun yang tak terlihat. Dimana dalam kepercayaan spiritual orang jawa, Tuhan pun menciptakan dewa. Dimana asal muasalnya dewa adalah manusia yang menyalahi kodrat dimana ia selalu ingin hidup di dunia ini. Namun ternyata Tuhan mengabulkannnya dalam bentuk dimensi lain yang berbeda dari manusia normal Dewa ditempatkan di Puncak Hima-Himalaya. Sedangkan kewenangannya dilarang mencampuri urusan alam dunia, kecuali Dewa-dewa terkhusus. Berkaitan dengan mitos Gunung Selok, sangat erat kaitannya dengan uraian dan ungkapan sejarah diatas. Sejarah menceritakan, pada waktu di alam dunia ini masih zaman kenabian, khususnya pada masa kepemimpinan Nabi Musa As, pernah terjadi penyimpangan batas-batas kewenangan dari alam kadewataan. Pemimpin para dewa (Betara Guru) turut campur tangan dengan alam dunia atau alam manusia. Betara Guru menitis (menyatu ke aura tubuh) kepada manusia di belahan Negeri Mesir yang terkenal dengan Raja Fir’aun. Karena titisan oleh rajanya para dewa, maka Raja Fir’aun punya kedigdayaan dan kesaktian yang luar biasa dengan kedigdayaan dan kesaktian yang luar biasa membuat Raja Fir’aun menyekutukan Tuhan Yang Maha Esa, dan akhirnya Sang Raja mengakui Tuhan yang wajib disembah.Raja Fir’aun ditaklukan dengan tongkat mukjizat Nabi, sedangkan Betara Guru dan seluruh para Dewa diusir dari Kahyangan Hima-himalaya menuju Pulau Dawa (Pulau Panjang, sebutan Pulau Sumatera&Pulau Jawa sebelum Krakatau meletus). Karena harus beradaptasi dengan tempat yang baru di Pulau Dawa yang belum pernah ada penghuninya. Itulah akibat dari tindakan yang melanggar batas-batas kewenangan hidup (hak hidup) pemberian Tuhan. Setelah beberapa waktu menempati Pulau Dawa (Jawa) dengan penuh keprihatinan, para Dewa mulai membangun kahyangan baru. Kahyangan tersebut dinamakan Kahyangan Junggring Saloka atau Junggring Seloka.


Nama tersebut sesuai dengan keadaan para dewa yang dihadapkan dengan teka-teki kehidupan. Walau para dewa telah bertempat di kahyangan baru, tetap saja merasa gelisah, sebab telah merasa mengingkari kodrat dan melanggar aturan Tuhan. Untuk itu para dewa tidak henti-hentinya bertobat, agar segera diampuni segala kekeliruannya.


Tuhan memang Maha Pengasih dan Penyayang serta penuh dengan ampunan. Pada saat yang telah ditentukan, para dewa diampuni dan diperbolehkan kembali ke Kahyangan Hima-Himalaya, serta melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya. Sepeninggalan Para Dewa kembali ke Himalaya, tempat yang dulunya dinamakan Junggring Seloka, sekarang dikenal dengan nama Gunung Selok. Sungguh luar biasa, Gunung Selok dulunya adalah tempat bersemayamnya para dewa, hingga sampai sekarang masih nampak keasriannya. Beberapa pendukung dalam mitos ini, adalah banyaknya tempat ritual di Gunung Selok, diantaranya Petilasan Sang Hyang Wisnu dan Batu Tapak Bima. Semoga mitos ini adalah kenyataan atau minimal tidak jauh dari yang sesungguhnya. Tujuan penulis semoga mitos ini sedikit atau sepenuhnya, akan bisa membantu kejelasan para ritualis atau pihak lain yang membutuhkan, dengan tidak menyimpang dari tujuan Keesaan Tuhan.


Sejarah Gunung Srandil


Goa gunung Srandil merupakan bukti sejarah yang luar biasa di mata masyarakat Indonesia, dan juga di mata dunia. Selain keunikan dan keindahanya, tempat ini merupakan tempat wisata yang populer. Disamping wisata alam dan budaya juga terdapat wisata spiritual atau religius antara lain di gunung srandil dan selok.

Gunung srandil merupakan salah satu bukit yang ada di Glempang pasir Kecamatan Adipala jarak antara obyek wisata dengan Kota Cilacap 30 Km kearah timur laut dan relatif mudah ditempuh dengan kendaraan penumpang bus umum jurusan Cilacap-Jatijajar - Kebumen atau kendaraan pribadi karena jalannya sudah beraspal dan dekat dengan jalan lintas selatan-selatan.

Gunung Srandil setiap hari dikunjungi orang untuk berziarah oleh karena tempat tersebut tidak hanya dikenal oleh masyarakat sekitar saja tetapi sampai keluar Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Bali. dan Sulawesi, maka yang berkunjung tujuannya bermacam-macam. Para peziarah biasanya berkunjung atau bertapa pada Malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon pada Bulan Syura.Konon menurut cerita penghuni pertama Gunung Srandil adalah Sultan Mukhriti putra kedua dari Dewi Sari Banon Ratu Sumenep Jawa Timur.

Kedatangan Sultan itu untuk bertapa namun Sultan Mukhriti murca (menghilang) yang ada tinggal petilasannya yang terletak di sebelah timur yang di kenal dengan Embah Gusti Agung Sultan Mukhriti.

Selain itu juga ada legenda rakyat yang pertama bermukim di gunung Srandil adalah dua orang bernama Kunci Sari dan Dana Sari, mereka adalah prajurit Pangeran Diponegoro yang tidak mau menyerah kepada bala tentara Belanda. Mereka melarikan diri ke Gunung Srandil untuk bersembunyi dan meninggal di sini . Makam kedua prajurit tersebut berada di sebelah timur Gunung Srandil dalam satu komplek yang dipagar keliling yang kemudian hari, Kunci Sari dikenal dengan nama Sukma Sejati

Di Gunung Srandil banyak petilasan orang-orang yang dianggap mempunyai kedigdayaan yang linuwih atau kemampuan melebihi orang lain yang dikenal sebagai tokoh- tokoh orang sakti mandraguna. Dari kemampuannya, kesaktiannya itu maka tempat-tempat yang di singgahi dianggap keramat dan disakralkan.
Adapun petilasan-petilasan yang ada di Gunung Srandil adalah Mbah Kanjeng Gusti Agung, Nyai Dewi Tanjung Sekarsari, Kaki semar Tunggul Sabdojati Dayo amongrogo, Juragan Dampo Awang, Kanjeng Gusti Agung Akhmat atau Petilasan Langlang Buwana yang berada diatas bukit dan petilasan Hyang Sukma Sejati.

 

 

Mitos Gunung Srandil



Seiring dengan perkembangan jaman saat ini, kita sering terperdaya dengan dampak-dampak tertentu. Perkembangan suatu zaman jelas tidak akan pernah lepas dengan perkembangan imajinasi manusia. Kita sebagai manusia, yang dikodratkan menjadi makhluk paling sempurna, alangkah bijaksananya apabila mau berimajinasi dari A sampai Z, artinya: mulai dari proses terjadinya alam semesta serta perobahan dari zaman ke zaman hingga kini kita berada pada zaman yang sedang kita hadapi.Sejauh pengetahuan penulis, mitos adalah: cerita lama yang boleh dipercaya dan boleh tidak. Dalam karya ini, sama sekali tidak ada arus penekanan kepercayaan, percaya atau keharusan untuk mempercayai. Menurut penulis, kepercayaan itu telah ada dan berada jauh sebelum kita-kita terlahir ke dunia.Kepercayaan telah ada dan tertanam oleh Tuhan, kepada setiap insan seiring dengan awal diciptakannya makhluk-makhluk Tuhan. Kepercayaan akan selalu berkembang pada tiap-tiap insan sesuai dengan situasi naluri yang dikehendaki Tuhan, hingga berada di lubuk-lubuk yang sangat dalam, sampai tidak ada yang lebih dalam. Oleh sebab itu, banyak kalangan mengatakan pada hakekatnya kepercayaan yang sesungguhnya, tidak akan pernah goyah walau badai menerjang dan harimau menerkam. Atas dasar itulah, perkenankan penulis mengawali pemaparan yang belum pernah terpaparkan yaitu MITOS GUNUNG SRANDIL DAN SELOK dalam Karya Buku ini.
Berbicara mengenai daya imajinasi secara lahir batin, tentu saja kita akan mengenal beberapa bagian dari ilmu, diantaranya; Ilmu Matematika (Ilmu Pasti), dan Ilmu Metafisika (Ilmu Tidak Pasti). Ilmu Matematika mempelajari kepastian secara lahiriah sedangkan Ilmu Metafisika mempelajari kepastian secara batiniah. Karena Ilmu  Metafisika mempelajari kepastian secara bantiniah, sedangkan batin adalah abstrak adanya, maka ilmu metafisika sangat erat dengan Ketuhanan atau cenderung mempelajari tentang keagungan dan kekuasan Tuhan, Sang Pencipta Alam. Berkaitan dengan mitosGunung Srandil, sungguh sangat erat kaitannya dengan ilmu metafisika.
Pengetahuan mitos Gunung Srandil, tidak jauh daya imajinasi pembaca, saya ajak mengenal kembali sejarah kerajaan MAJAPAHIT, dari Dinasti Majapahit kita akan tahu Raja Brawijaya Ke I hingga Raja Brawijaya Ke V atau yang terakhir. Ada, tumbuh, berkembang, berubah dan musnah, adalah salah satu bagian dari hukum alam yang penuh kepastian. Dinasti Majapahit telah mencatat negara kesatuan atau negara nasional ke II di nusantara setelah kerajaan SRIWIJAYA, kejayaan kerajaan Majapahit yaitu,  pada masa pemerintahan raja Brahwijaya Ke-3 ( Tiga ), yang dikenal dengan julukan Prabu Hayam Wuruk dengan Gelarnya : Sri Baginda Rajasa Negara. Pada saat itulah dikenal pula  seorangPatih dan sekaligus panglima perangnya, sebagai negarawan yang gagah, gigih, dan perkasa, dalam memper juangkan wilayah serta kesejahteraan rakyatnya yaitu : PATIH GAJAH MADA.
Patih Gajah Mada bertujuan sangat luhur, Sang Patih akan mewujudkan kesejahteraan(Keadilan Sosial), yang sangat sejahtera (Seadil-Adilnya) di bumi nusantara khusunya dan dunia pada umumnya.  Gajah Mada sangat yakin bahwa pada saatnya nanti Majapahit (Nusantara) akan bisa melahirkan salah satu Figur Ratu Adil. Keyakinan tersebut tumbuh karena dilihat dari agrarisnya wilayah, sejarah nasab bangsa, serta pembuktian-pembuktian alam mistiknya (Ghaib) yang ada di nusantara dan telah diakui dunia di antaranya: Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
Tujuan mulia Gajah Mada belum terwujud, sirnalah harapannya seketika, karena sang raja yang dibesarkan dan diagungkannya mangkat (meninggal dunia). Sebagai negarawan yang gigih Sang Patih tetap masih mempertahankan tujuannya, beliau tetap setia kepada negara dan rakyatnya, juga sekaligus keturunan rajanya. Sang Patih tidak pernah terlintas keinginan, untuk merebut tahta kerajaan. Tetapi Sang Patih tetap sadar keadaan serta menyadari akan kodrat hidupnya yaitu: Sebagai Satria Pinandita (Satriya yang Berjiwa Pandita), Dalam langkah-langkah ketata negaraannya Gajah Madatetap berpijak pada yang semestinya demi teguhnya pendirian untuk terwujudnya Figur RATU ADIL di nusantara. Sebagai bentuk pemberian suri tauladan atau Kaca Benggala terhadap rakyat, bangsa dan negaranya, beliau tetap mengabdi kepada Raja-raja Majapahit yang berikutnya hingga raja Majapahit terakhir.
Kodrat alam  dalam tata kehidupan manusia jelas-jelas tidak bisa dirobah, makin hari manusia makin tua, makin tua dan makin lemah fisiknya. Kerajaan Majapahitpun runtuh, satu demi satu wilayahnya memisahkan diri dari kekuasaan Majapahit. Pada masa pemerintahan Raja Brawijaya terakhir, karena tuanya usia, Gajah Mada hanya bisa sebagai sesepuh kerajaan saja. Semenjak itulahGajah Mada Silih Asmo (ganti nama ) SABDA PALON yang mempunyai arti: Sabda = Ucapan, Palon = Panutan.
Pada masa agama Islam masuk ke Majapahit, beliau merasa bingung dengan paham agama yang dianutnya yaitu: BUDHA, Apalagi Putra Brawijaya yang terakhir yaitu: Raden Patah sebagaiPangeran (Putra Mahkota/Calon pengganti raja) sudah masuk Islam. Disaat itulah Sabda Palon (Gajah Mada) sudah tidak berdaya lagi. Di samping fisiknya sudah lemah, beliau juga tidak mau berontak atau bentrok dengan keturunan gustinya (Rajanya). Sejak saat itulah kerajaan Majapahit resmi keruntuhannya, tahta kerajaan diserahkan kepada Raden Patah. Ibu kota kerajan di pindah  ke Demak, nama kerajaanpun diganti DEMAK BINTARA (kerajaan Islam pertama di Jawa).
Bagaimana nasib Raja Brahwijaya terakhir, Sabda Palon dan segenap pengikut setianya?Karena mempertahankan pendirian maka mereka merasa tersisih. Dalam suasana yang sungguh penuh keharuan, mereka mengambil keputusan, untuk melakukan perjalanan pendekatan diri kepada Tuhan Sang Pencipta Alam. Sungguh dengan berat hati mereka berpisah untuk mencari tempat yang sepi dancocok, demi heningnya indra dalam mendekatkan kepada Tuhannya. Raja Brahwijaya ke Gunung Lawu, sebagian pengikutnya ke Pulau Bali dan Gunung Tengger (Bromo). Sesuai dengan realita, hingga sekarang di Pulau Bali mayoritas masyarakat beragama HINDU DAN BUDHA, sedangkan di gunung Tengger adalah Bercokol sekelompok suku SAMIN.
Terurai di bawah ini, adalah penjelasan pengakuan sahadat sebagai penyelamat seluruh kehidupan perjalanan Ki Sabda Palon (patih Gajah Mada),  dalam menentukan tempat pertapaannya (Pendekatan Kepada Tuhan-Nya). Dalam hal ini sungguh sangat terkait peran mitosnya, antara Mitos Gunung Srandil dan Mitos Gunung Selok.  Dua dalam satu mitos inilah yang sungguh dan sesungguhnya tidak akan pernah bisa terpisahkan. Mengapa? Karena Sabda Palon adalah sosok hidup yang tidak mau lepas atau menyimpang apalagi ingkar dari pijakan nasab dan adab hidup, yang telah dikodratkan sebagai Pamong Wisnu di Nusantara. Berdasar pada itu, maka dicarilah dimana tempat wisnu berada. Hingga ketemulah di Gunung Selok. Demi terselesainya tugas-tugas hidup setiap manusia, ada sebuah kalimat jawa, yang menurut yang meyakini adalah suatu wasiat hidup dari Sabda Palon yaitu : Wong Urip Mono kudu Tansah Eling Mring Purwa Duksina. Yang artinya: Orang hidup itu harus selalu ingat kepada awalan dan akhiran hidupnya, yang maknanya: Dulu kita tidak ada, sekarang kita jadi ada dan kelak pasti akan sirna, Kemana? Jawabannya ada pada diri masing-masing, yang bersumber kepada rasa hayati.
Penulis sedikit bersumber kepada pustaka Cerita Mahabharata  Paramayuga. Dalam Cerita Mahabharata Paramayuga, diceritakan Sabda Palon (Kaki semar), dikodratkan sebagai Pamong Wisnu(Para Kesatria), atau para pemimpin bangsa di Pulau Dawa (Pulau Jawa). Diceritakan pula dalam Cerita Mahabharata  tersebut, Kaki Semar diturunkan dari kahyangan Ondar Andir Bawana (Petung Liung) sebagai Pamong  Wisnu  keturunan  Junggring Saloka        ( Junggring Seloka ) hingga akhir jaman. Maka Sabda Palon menentukan tempat bertapanya berada di sebelah timur Junggring Seloka yang sekarang lebih dikenal dengan Gunung Srandil. Terbukti di sebelah barat Gunung Srandil ada petilasan Sang Hyang Wisnu, tepatnya di Padepokan Jambe Pitu (Ampel Gading).
Sabda Palon sebelum bertapa bersumpah, yang sampai sekarang dikenal oleh masyarakat dengan Nama Sumpah Palapa. Sumpah Palapa adalah sumpah kebesaran Kaki Sabda Palon (Gajah Mada), yang mengandung makna sangat dalam. Sumpah tersebut diambil dari Huruf Jawa yangKesebelas, Kesepuluh dan Kesebelas pula. Dalam buku ini penulis tidak akan menguraikan secara maksimal tentang sumpah palapa, yang jelas Sumpah Palapa kepanjangannya adalah:
PA            : Patokan (Pedoman)
LA            : Lakuning (Perjalanan Berjalan Menuju Ketenangan)
PA            : Pangeran (Tuhan/Pengayoman)
yang apabila dirangkaikan kepanjangan di atas, akan bermaksud: Pedoman pelajaran belajar tenang menuju ke pengayoman Tuhan.
Setelah mengetahui sumpah tersebut, apabila kita mau mengindahkan dan mengamalkan, penulis yakin akan pulih dan lebih meningkatnya kesadaran terhadap nasib dan adab bangsa masing-masing. Dengan demikian teraihlah dambaan masyarakat sedunia yaitu Perdamaian Dunia. Betapa damainya dunia, apabila perdamainan dunia terwujudkan. Itulah tanggungan kita yang dicipta paling mulia oleh Tuhan, agar memuliakan alam. Mari kita gunakan jeratan tali asih antar sesama dan antar bangsa. Hubungan tali asih adalah jalan jembatan emasnya. Menitilah dengan penuh keberhati-hatian.Peganglah tongkat rasa dan perasaan. Telitilah kembali pola-pola pijakan dan kebijakan yang mengarah ke kebajikan, dimana kebajikan adalah satu-satunya sarana kemuliaan.
Kembali kepada pokok materi mitos Gunung Srandil, jelaslah bahwa di Gunung Srandil tempat bersemayamnya Sang Pamong Nusantara dan bercokolnya Sumpah Palapa. Memperkuat persyaratan ini, adalah kenyataan bahwa sejak berdirinya NKRI, siapapun pemimpin (di Nusantara) bila tidak melakukan penghayatan ke Srandil biasanya tidak lama dan banyak mara bahayanya. 
Ketabahan dan keteguhan Sang Pamong Nusantara yang hidup hanya sebagai Kawula (pengabdi/rakyat kecil) adalah cambuk suri tauladan dan sekaligus kaca benggala bagi setiap kita, dalam kehidupan antara sesama, antar bangsa dan antar negara. Mengapa? karena setidaknya akan terkupaslah beberapa makna hidup diantaranya: Hidup adalah kesadaran, maka dari itu harus tetap sadar dan menyadari serta mau melaksanakan garis kodrat atau suratan tangan dengan senang dan tenang. Hidup bukan masalah maka hindarilah permasalahan dengan cara tidak menyalah-nyalahkan (mencela), ketahuilah bahwa hidup sesungguhnya bukan urusan dipimpin bukan jelek atau bagus, bukan kaya atau miskin tapi hidup adalah menyelesaikan tugas sebagai makhluk mulia, sesuai suratan tangannya dengan jalan darma.
Banyak sekali siratan sinar damai pada sosok Sang Pamong Nusantara, hanya sebagian penulis mengungkapkannya. Pendiriannya yang teguh untuk mewujudkan Figur Ratu Adil bukan katanya. Terbukti dengan ditempuhnya laku tapa brata yang takaranya bukan hari, bulan atau tahun, akan tetapi takaran zaman. Mengapa bisa takaran zaman? karena Sang Pamong Nusantara bukan manusia biasa, tetapi Pangejo Wantahan (titisan) dari Sang Hyang Ismoyo atau Kaki Semar (Sang Hyang Sejati).
Sebelum bertapa Sabda Palon bersabda: Ketahuilah wahai rakyat nusantara, pada saatnya nanti setelah saya bertapa selama 78 (tujuh puluh delapan) alip/ tujuh puluh delapan windu (78 x 8 th) atau setelah lima zaman, maka di Nusantara khususnya tanah Jawa akan muncul figur Ratu Adil. Di situlah tiba saatnya Jawa Bali Madep Sawiji (kembalinya tradisi nusantara sejati). Selain itu tiba saatnya pula nusantara menjadi Kiblating Jagad Pancering bawana (tempat suri tauladan bangsa-bangsa di muka bumi) keadaan rakyat (manusia dan alam rayanya berikut mahluk-makhluk lainnya) sedunia akanhangidung agung keadilan lan kemakmuran ( bernyanyi besar/ sorak soray atas kesejahteraan dan kemakmurannya), karena telah terjabar pengakuan rasa hidup yang merata atas keadilan Tuhannya, yang kaya tidak menganggap yang miskin pasti sengsara, karena dunia telah diselimuti tali asih sesamanya, semoga semua ini bukan hanya sekedar mitos, tetapi kenyataan adanya di Gunung SrandilSang Pamong Nusantara berada, yang oleh para ritualis dikenal dengan nama Kaki Tunggul Sabda Jati Daya Among Raga.


Sumber: Buku Srandil & Selok Karya Sidik Purnama Negara 


Pariwisata - Gunung Srandil & Selok



SRANDIL
Disamping wisata alam dan budaya juga terdapat wisata spiritual atau religius antara lain di gunung srandil dan selok.

Gunung srandil merupakan salah satu bukit yang ada di Glempangpasir Kecamatan Adipala jarak antara obyek wisata dengan Kota Cilacap 30 Km kearah timurlaut dan relatif mudah ditempuh dengan kendaraan penumpang bus umum jurusan Cilacap-Jatijajar-Kebumen atau kendaraan pribadi karena jalannya sudah beraspal dan dekat dengan jalan lintas selatan-selatan.
Gunung Srandil setiap hari dikunjungi orang untuk berziarah oleh karena tempat tersebut tidak hanya dikenal oleh masyarakat sekitar saja tetapi sampai keluar Jawa seperti Sumatra, Kalimantan, Bali. dan Sulawesi, maka yang berkunjung tujuannya bermacam-macam. Para peziarah biasanya berkunjung atau bertapa pada Malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon pada Bulan Syura.
Konon menurut cerita penghuni pertama Gunung Srandil adalah Sultan Mukhriti putra kedua dari Dewi Sari Banon Ratu Sumenep Jawa Timur. Kedatangan Sultan itu untuk bertapa namun Sultan Mukhriti murca (menghilang) yang ada tinggal petilasannya yang terletak di sebelah timur yang di kenal dengan Embah Gusti Agung Sultan Mukhriti.
Selain itu juga ada legenda rakyat yang pertama bermukim di gunung Srandil adalah dua orang bernama Kunci Sari dan Dana Sari, mereka adalah prajurit Pangeran Diponegoro yang tidak mau menyerah kepada bala tentara Belanda. Mereka melarikan diri ke Gunung Srandil untuk bersembunyi dan meninggal di sini . Makam kedua prajurit tersebut berada di sebelah timur Gunung Srandil dalam satu komplek yang dipagar keliling yang kemudian hari, Kunci Sari dikenal dengan nama Sukma Sejati.

Di Gunung Srandil banyak petilasan orang-orang yang dianggap mempunyai kedigdayaan yang linuwih atau kemampuan melebihi orang lain yang dikenal sebagai tokoh- tokoh orang sakti mandraguna. Dari kemampuannya, kesaktiannya itu maka tempat-tempat yang di singgahi dianggap keramat dan disakralkan.
Adapun petilasan-petilasan yang ada di Gunung Srandil adalah Mbah Kanjeng Gusti Agung, Nyai Dewi Tanjung Sekarsari, Kaki semar Tunggul Sabdojati Dayo amongrogo, Juragan Dampo Awang, Kanjeng Gusti Agung Akhmat atau Petilasan Langlang Buwana yang berada diatas bukit dan petilasan Hyang Sukma Sejati.

SELOK
Gunung selok sebenarnya merupakan area hutan yang di kelola oleh Perum Perhutani KPH Banyumas Timur . Seluas 236, 7 Ha yang merupakan sebuah bukit yang ada di wilayah Desa Karangbenda Kecamatan Adipala dengan ketinggian 0 sampai dengan 150 meter diatas permukaaan laut. Untuk menuju gunung selok dapat dicapai dengan kendaraan penumpang bus atau angkutan pedesaan atau kendaraan pribadi dari terminal Adipala.
Gunung selok merupakan wisata yang nyaman mengasyikan dan unik, karena lokasi ini menyajikan perpaduan keindahan alam berupa hutan bukit goa-goa alam Benteng peninggalan jepang yang konon ada 25 benteng dan pantai laut selatan. Wisatawan yang datang berkunjung biasanya mempunyai minat bersiarah atau ingin bersemedi di petilasan atau makam atau di goa-goa yang ada.
Petilasan yang banyak di kunjungi dan dianggap keramat adalah Padepokan Jambe Lima dan Padepokan Jambe Pitu. Padepokan Jambe Lima atau Cemara Seta yang di ketemukan oleh Eyang Mara Diwangsa yaitu saudara Patih Cakraningrat yaitu ayah kandung Cakrawerdaya Bupati Cilacap Pertama, padepokan yang terdapat di puncak bukit sangat baik untuk bersemedi.
Menurut legenda masyarakat setempat konon Padepokan Jambe Lima dahulu dahulu merupakan markas pendekar-pendekar sakti pengawal bunga sakti Kembang Wijaya Kusuma yaitu sekuntum bunga lambang kebesaran raja-ra ja Jawa dimasa lampau. Untuk mendapat bunga tersebut harus orang harus mendapat ijin dari ketua pengawal yang bernama Kyai Jambe Lima. Kyai Jambe Lima mempunyai empat anggota seorang diantaranya sebagai wakil ketua yaitu Pak Cilik Sukmoyo Renggo sedang yang tiga anggota lainnya adalah Kyai Kampret Ireng (Tunggul Wulung ), Kyai Sambung Langu (Anggaswati ) Kyai Wesi Putih (Sang Hyang Jati ).
Alkisah suatu hari pada tahu 1676 kerajaan Mataram jatuh ke Trunajaya. Kemudian Pangeran Adipati Anom mengangkat diri sebagai raja menggantikan ayahnya yaitu Sunan Amangkurat I yang meninggal di Ajibarang dan di makamkan di Tegal Arum. Adipati Anom bergelar Amangkurat II yang mengutus seorang kepercayaannya bernama Ki Suropati untuk mencari kembang wijayakusuma untuk mengukuhkan kedudukanya sebagai raja mataram.
Selain Adipati Anom, Pangeran Puger (adik Adipati Anom) yang mengangkat dirinya sebagai raja Mataram mengutus tokoh sakti Ki Tambak Yudo Selain Adipati Anom dan Pangeran Puger juga Trunojoyo yang sudah merebut tahta kerajaan juga mengutus seorang yang bernama Gedug Gandamana untuk mendapatkan kembang Wijayakusuma. Ketiga utusan tersebut datang dan di tolak oleh Kyai Jambe Lima dengan alasan belum waktunya, ketiga utusan tidak mau menerima keterangan Kyai Jambe Lima terjadi pertempuran yang menewaskan kelima pengawal bunga tersebut termasuk tiga utusan tersebut juga tewas, sebagai penghormatan dan peringatan maka oleh penduduk sekitar Gunung Selok dibangunlah Padepokan Jambe Lima, dan Jambe Pitu.
Padepokan Jambe Pitu (pertapan Ampel Gading ) yang di renovasi oleh Presiden Soeharto dan banyak di kunjungi peziarah karena dianggap sangat keramat karena ada 3 petilasan Sang Hyang Wisnu Murti dan dua pusakanya yaitu Kembang Wijayakusuma atau Eyang Lengkung Kusuma dan Cakra Baskara atau Eyang Lengkung Cuwiri.
Selain Padepokan Jambe Lima dan Jambe Pitu juga masih banyak tempat yang ramai dikunjungi peziarah pada hari hari tertentu seperti hari Jumat Kliwon dan hari Selasa Kliwon dan di bulan Syura yaitu Goa Rahayu, Goa Naga Raja, Goa Bolong, Goa Paku Waja , Goa Putih, Goa Grujugan, Goa Tikus, Goa Lawa, dan Kaendran serta makam Kyai Sumolangu yang ada diatas benteng peninggalan jepang .
Beberapa Gua dijelaskan sebagai berikut:

GOA RAHAYU DAN GOA RATU
Goa yang terletak di kaki Gunung Selok sebelah Selatan menghadap pantai Samudra Indonesia. Untuk menuju goa ini dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi atau carteran dari arah terminal Adipala ke Timur menuju Gunung Selok kemudian ke selatan menelusuri jalan desa yang beraspal sampai pantai selok ke arah barat, kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki atau naik perahu menuju goa tersebut atau dari gunung selok menelusuri jalan trap setapak menurun ke bawah menuju goa tersebut.
Kedua goa ini setiap hari dikunjungi wisatawan untuk berziarah dengan tujuan yang beraneka ragam ada yang menginginkan pangkat, kemuliaan, kesehatan, ingin punya jodoh, usahanya lancar dan sebagainya. Goa yang pintu masuknya telah dibuat tertutup dengan bangunan semen didalamnya ruangan yang petilasan cukup luas dengan ukuran 80 m2 terdapat riual. Di Goa Rahayu ada 2 tempat ritual yaitu Dewi Kencanawati dan Dewi Suci Rahayu.
Menurut legenda Goa Rahayu adalah Raden Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati pendiri Keraton Mataram saat akan membabat alas Mentaok untuk bisa masuk dan membabat alas mentaok sebagai syarat harus membawa tanah yang ada di dalam goa yang dekat dengan batu, dengan tanah srana tersebut Danang Sutawijaya dapat masuk dan membabat alas Mentaok dengan selamat ( Rahayu ) sehingga goa tersebut disebut Goa Rahayu.
Sedangkan goa Ratu yang letaknya berhimpitan dengan Goa Rahayu di dalamnya terdapat ritual Eyang Banda Yuda dan Dewi Sekar Jagat. Goa ini konon ceritanya adalah bekas petilasan Eyang Jaring Bandayuda salah satu pendiri Kabupaten Banyumas. Dalam persemediannya ia bertemu dengan putrid cantik Nyi Sekar Jagat dan disarankan kalau mau membuat Kabupaten jangan melangkahi sungai Serayu atau tepatnya di dekat pegunungan Pageralang dan kesemuannya dilaksanakan oleh Eyang Jaring Bandayuda maka berdirilah Kabupaten Banyumas dekat Pegunungan Pageralang.

GOA NAGARAJA
Goa Nagaraja terletak masih di kaki gunung Selok di sebelah Barat goa Rahayu dan Goa Ratu ± 1 km ke arah barat dengan menelusuri alur sungai. Goa Nagaraja ini bersebelahan dengan Goa Lawa (karena banyak kelelawarnya).

GOA PAKUWAJA
Goa ini terletak di kaki Gunung Selok bagian Timur tenggara, tempat ini banyak dikunjungi orang yang berziarah dan ada tempat untuk sholat dan di dekatnya ada air untuk berwudlu. Menurut legenda Pakuwaja adalah petilasan Pangeran Pakuwaja yaitu putra Mahkota Kerajaan Majapahit terakhir, pada masa runtuhnya Majapahit beliau berkehendak perang demi mempertahankan kerajaannya .
Disamping goa – goa tersebut masih ada goa – goa yang lain dikunjungi para peziarah yang letaknya disebelah barat kaki Gunung Selok yaitu Goa Sri Bolong, Goa Putih, Goa Grujugan, Untuk menuju Goa tersebut dari depan Balai Desa Karangbenda ada jalan menuju selatan terus menelusuri jalan perhutani sampai ke Kaindran kemudian menuju Goa Sri Bolong, Goa Putih, Goa Grujugan disebut Goa Grujugan karena di mulut goa terdapat air yang terus menerus mengalir dari atas kebawah.

BENTENG PENINGGALAN JEPANG
Disamping goa – goa tersebut di Gunug Selok juga terdapat Benteng peninggalan Jepang yang konon sebagai tempat pertahanan Jepang dan tempat pengintaian musuh yang datang dari laut. Konon ceritanya ada 24 Benteng peninggalan bala tentara Jepang namun yang masih utuh tinggal satu yang sudah direnovasi dan di atas benteng peninggalan Jepang kea rah barat daya terdapat makam Kyai Sumolangu yang banyak dikunjungi para peziarah dari daerah Kebumen. Makam Kyai Sumolangu sementara ini masih ditutupi gubug dan disekelilingnya baru dibangun pondasi keliling. Konon Kyai Sumolangu berasal dari daerah Kebumen dan meninggal di Selok.
Layanan informasi :
1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Cilacap Telp. 0282-534481
2. Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Wilayah Cilacap Telp. 0282-534003
email : diparta_clp@yahoo.co.id
Facebook: cilacap tourism



1 komentar: